Bayangkan saja sekali start up perlu waktu 6-7 hari untuk menghasilkan amoniak dan perlu waktu 4-5 jam untuk memproduksi urea. Kalau start up gagal perlu diulang lagi. Mereka sudah belasan kali melakukan start up. Berhari-hari. Bisa dibayangkan keringat dan air mata yang mengalir.
Para operator dan manajemen tentunya bergembira bisa menjalankan pabriknya. Mereka sambut dengan sujud syukur. Dengan wajah bergembira. Keringat dan air mata tuntas sudah dengan harga yang dibayar. Sesekali mereka juga mengenangkan rekan mereka yang telah tiada.
Banyak kesulitan yang dialami ketika pembangunan pabrik di Bontang. Ada gondola yang mengangkat pekerja mengayun dan menghantam Primary Reformer yang sedang dibangun sehingga terjadi korban jiwa.
Rem dari crane yang mengangkat gondola pekerja blong sehingga gondola jatuh dan menewaskan jiwa pekerja. Pekerja sedang membersihkan truk beton molen, tiba-tiba beton molen dijalankan, menelan korban jiwa. Tukang las tewas karena kesetrum aliran listrik.
Pipa steam bertekanan tinggi bocor, menewaskan jiwa pekerja, dan lain-lain. Termasuk meledaknya tangki air pendingin karena akumulasi kebocoran hidrogen dari interstage cooler syn gas kompresor yang memakan korban pekerja.
Mereka yang menangis bukan hanya rekan terdekatnya tetapi juga keluarga di tanah asal. Para pekerja rata-rata merantau belum membawa keluarganya karena suasananya masih belum menentu.
Menyaksikan itu semua Danang hanya bisa menatap pabrik, melihat asap mengepul dan suara mesin beradu. Matanya basah. Dia bahagia dan terharu. Bayangkan, tahun 1977, Danang pernah merasa ada kemungkinan tidak berhasilnya pabrik itu, mengingat rumitnya persoalan yang dihadapi saat itu.