CUACA cerah. Cenderung panas lewat tengah hari. Langit biru. Hampir tak ada angin berdesir. Tiga sahabat lelaki berkumpul setelah mereka pensiun.
Ada yang sudah lama pensiun, satunya sudah beberapa tahun dan satunya lagi baru saja pensiun. Mereka semua tinggal di Yogya di daerah pinggiran pada sisi yang berbeda.
Ada yang di Selatan, Utara dan Timur. Kalau orang bukan dari Yogya sering bingung pada kosa kata lor Utara kidul Selatan. Patokannya hanya dua, Merapi itu lor, Pantai itu kidul. Barat Timur tinggal menyesuaikan.
Mereka dulu dalam satu tim majalah internal perusahaan. Tapi masa itu sudah lewat. Mungkin lebih dari 25 tahun lalu. Mereka ingin nostalgia.
Mengobrol apa saja seperti dulu saat aktif pada dunia literasi, di antara pekerjaan kantor pada perusahaan manufaktur pabrik kimia. Sebuah komunitas kecil literasi pada perusahaan manufaktur. Sesuatu yang tak biasa.
Belakangan, mereka intens komunikasi via media sosial. Seseorang menyeru, “Dilarang bicara politik. Tak akan ada habisnya he..he.. Aku ingin obrolan yang lebih bermakna supaya kreativitas muncul…”
“Kita bicara dunia literasi dan kreativitas…”
“Kita bicara masa senggang. Kita ini sudah ‘merdeka’ dan lewat masa mencari harta.”
“Kita bicara yang rileks-rileks saja sesuai usia pensiunan.”
“Kita diskusi karya saja. Aku perlu dorongan iklim berkarya. Dari dulu pengin nulis banyak hal tetapi tak jadi satu hal pun ha..ha…”
“Ini kawan sudah banyak karya cerpen dan buku. Ayo saling bergesekan supaya ketularan he..he…”
“Kuncinya hanya satu, keinginan. Tanpa itu nonsen. Kebanyakan alasan he..he..”
Dalam masa pandemi, mereka harus menyiasati kondisi. Kalau biasanya pertemuan dengan makan-makan di sebuah resto. Kali ini mereka mengusulkan dalam bentuk lain.