Saya terkenang cerita berseri berjudul Sersan Grung-Grung karangan Dwianto Setyawan. Ceritanya seorang pensiunan tentara berjulukan Sersan Grung Grung yang bersahabat dengan anak-anak. Rumahnya di daerah pegunungan.
Tetangga mereka bernama Pak Kliwon yang pelit, culas dan menjadi musuhnya anak-anak. Saya senang sekali menikmati cerita itu. Saya sampai terkenang-kenang dan membayangkan kejadiannya di suatu vila dengan pohon cemara di Tawangmangu.
Ada juga buku Jubah si Cemeh, yang ceritanya saking bau bajunya karena tidak pernah dicuci sewaktu masuk ke kolam ikan, ikannya mati semua. Ada juga Buku Cerita Si Penidur yang kalau pergi mesti ketiduran. Tapi nasibnya baik terus.
Bila bacaan di rumah habis saya baca ke tetangga. Waktu kelas enam saya senang mengikuti serial cerita komik Mahendra yang sakti dan bisa melawan lelembut di sampul belakang majalah Panyebar Semangat. Bila majalah itu terbit, saya pasti membacanya dulu di tempat agen majalah di dekat rumah teman.
Kelas 4, guru berganti lagi dengan Pak Sikan. Orangnya kecil, rambutnya kelimis dan berpembawaan tenang. Pak Sikan naik sepeda kalau ke sekolah. Rumahnya jauh, sekitar 2 km dari sekolah.
Pak Sikan mengajar cukup tenang dan bisa dimengerti. Kalau Pak Sikan datang ke sekolah dengan sepeda, kami berebutan membantu beliau memarkirkan sepedanya.
Guru kelas adalah guru segalanya, kecuali pelajaran agama. Dia juga mengajar sejarah, bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan alam, berhitung, menulis huruf Jawa dan juga menggambar.
Ada beberapa pelajaran seperti bahasa Indonesia ada buku paket dari sekolahan yang dipakai satu buku untuk berdua. Waktu pelajaran menggambar, pertama kali melihat contoh gambaran dengan dua gunung, ada jalan membelahnya.