LANGIT biru putih mulai cerah di awal musim penghujan. Meski rumah ini di daerah dingin pada ketinggian di atas 1000 m di lereng Gunung Lawu, sinar mentari mulai hangat menyentuh kulit.
Aku menggeliat menggerakkan tubuh sambil memandang sekitar. Tuhan Maha Besar. Pohon-pohon hijau yang saya tanam sebelumnya mulai tumbuh menyegarkan. Aneka tanaman buah mulai berkembang di tanah basah.
Saya belum lama pindah ke desa terpencil ini setelah pensiun dari sebuah perusahaan kimia di belantara Kalimantan. Tinggal bersama istri tercinta yang sekarang masih berbenah di dapur. Keempat anak saya sudah memiliki dunia tersendiri dan tinggal di kota lain. Dua anak sudah bekerja di lain kota dan dua anak sedang kuliah di lain tempat.
Saya menikmati masa pensiun dengan berkebun dan beraktivitas ringan. Ada 2000 m2 kebun kami dengan aneka tanaman itu sudah membuat berkeringat. Berjalan-jalan berolah raga sambil menikmati pemandangan sekitar.
Atau mengobrol ringan dengan tetangga sambil membersihkan halaman rumah. Di dekat rumah ada sebuah sekolah SD, di sebelah masjid. Bila ke masjid, saya sering melihat para siswa riang gembira bermain sambil menuntut ilmu.
Saya teringat, pernah mengalaminya sekitar 50 tahun lalu. Betapa cepatnya waktu. Betapa relatifnya waktu. Kadang terpikir ingin menyumbangkan ilmu yang tak seberapa dengan mengajar di sekolah itu. Ingin berdiskusi dengan para siswa itu. Tetapi belum tahu bagaimana memulainya.
Saya membuka HP dan membaca media sosial. Berubah kebiasaan dari membaca koran atau TV menjadi membuka HP. Luar biasa teknologi HP itu, sudah menjadi jendela dunia. Segala informasi tersedia lengkap dan terkini.