Guru

CERPEN SUNARYO BROTO

Banyak ucapan mengapresiasi pidato Mas Menteri yang dikenal sebagai pelopor dunia bisnis dengan aplikasi. Saya terlarut menaruh harapan. Setidak-tidaknya dari narasi pidato awalnya bertugas. Tiba-tiba saya teringat pada guru-guru SD, saya ingin mengenangkan mereka. Tanpa mereka, para guru, saya bukan siapa-siapa. Juga semuanya bukan siapa-siapa. Termasuk Mas Menteri yang berpidato indah itu.

Angan saya sudah mengembara 40 km jauhnya dari sini. Saya melihat seorang anak kecil tanpa seragam, tanpa sepatu membawa tas koper berjalan menuju sekolahnya. Bangunan sekolah itu terletak di pinggir jalan di ujung desa.

Berseberangan dengan rel kereta api dari sebuah pabrik gula. Tak jauh dari rumah saya dan hanya berjarak sekitar 600 meter. Sekolah itu hanya bangunan kayu beratap genteng tanah liat dengan dinding anyaman bambu.

Terdiri dari 3 kelas untuk kelas 1 dan 2, kelas 5 dan 6. Kelas 3 dan 4 menempati bangunan lain di sekolah lain tak jauh dari situ. Di beberapa pojok kelas terasa basah bila malam habis hujan karena atapnya yang bocor. Juga ada bau tak sedap kotoran kelelawar di pojoknya.

Nampaknya kelelawar suka bercengkerama di malam harinya. Ruangan guru ada di bangunan tersendiri di belakang bangunan kelas. Ruangannya kecil dan hanya cukup beberapa guru. Di sebelahnya ada gudang merangkap dapur. Di sebelahnya ada sumur lengkap dengan ember timbanya.

Kelas itu berlantai semen yang sudah terkelupas beberapa tempat. Kursi belajar dari kursi kayu model menyambung antara kursi dan mejanya. Kursi seperti model bangku memanjang dengan sandaran dari kayu.

Papan tulis dari kayu dicat hitam jadi tempat  menulis dengan memakai kapur putih. Kalau menulis banyak akan kelihatan debu kapur yang beterbangan. Kami ingat, karena kami suka berebut untuk menghapus tulisan yang sudah selesai disimak.

Lihat juga...