Sepeda, sekolah dan lain-lain. Suatu saat ada tulisan botol dan di sebelahnya ada gambarnya dan kami mengeja dengan keras, gendul. Gurunya tercengang. Kami tak tahu kalau salah. Kami mengucapkan gendul karena anak-anak menyebut botol dengan gendul, nama lokal.
Kalau sudah lancar mengeja, lalu membaca agak panjang. Saya ingat kalimat agak panjang. Ada cerita bergambar mobil kuno. Ada teks.
Dot dot dot dot dot dot auak. Min kae swarane opo? O genah swarane motor. Ayo nonton ayo nonton. Ayo ayo mlayu. La kae motore mandeg. Apik yo motore. Iya. Her her her. Dot dot dot dot dot dot. O motore mlaku. Saya sampai hafal cerita itu. Begitu berkesan belajar membaca.
Pada kasus lain, saya susah membedakan antara huruf p, d dan b. Kalau membaca kadang terbalik-balik antara ketiga huruf itu. Begitu juga dengan menulis. Bu Warni membimbing kami dengan sabar. Bapak pun di rumah juga mengajari tiap malam sehingga kami bisa membaca.
Suatu waktu, Bu Warni lama tidak masuk kelas digantikan oleh Bu Wagiatmi. Belakangan kami tahu Bu Warni melahirkan anak dan kami bersama-sama ke rumah membezuknya.
Teman saya makin banyak. Saya bergaul wajar dengan yang lain. Bercanda, sekolah sambil bermain. Rasanya tak ada habisnya aneka permainan. Ada nama-nama Gianto, Gonto, Sentot, Noglong, Mondo, Gemplo sebagai teman-teman saya.
Sekolah adalah waktu senggang dengan diisi kegiatan yang menyenangkan. Persis arti awal mula sekolah dari bahasa Yunani, skhole yang berarti waktu senggang. Saya bersekolah dengan rajin dan senangnya.
Saya sudah kelas tiga. Saya diajari berhitung, perkalian dan pembagian. Saat itu saya belum mengerti betul. Pada ulangan pertama saya mendapat nilai jelek. Saat itu ada murid yang tinggal kelas bernama Sri.