Entah kenapa, ia sering meminta cucunya untuk memijat-mijat kakinya yang makin kehilangan bobot. Ia tak tahan sendiri, sepertinya. Tapi cucu-cucunya sering saja saling suruh. Mereka sepertinya lupa, bagaimana cinta neneknya untuk mereka.
Tapi nenek Hajah Tahang harus tahu, kalau semua cucunya sangat menyayanginya. Bahkan mereka selalu kesal pada orang-orang yang datang menjenguk, tapi ributnya minta ampun.
Oh, sepertinya salah satu cucunya juga salah, ia diminta baca yasin, tapi kesal sama salah satu mereka. Ia bilang, ia selalu baca setiap malam Jumat, dan minta orang itu tidak memperdengarkan, tak ingin neneknya terkejut saja.
Malamnya, saat semuanya terasa menenangkan, cucu keduanya duduk di sebelah neneknya. Menyentuh tangannya. Ia harus memotong kukunya Jumat besok, pikirnya.
Ia sering lupa itu. Lalu berdiri, duduk kembali di depan laptopnya. Begadang lagi seperti malam kemarin, sebelum tidur ia tulis di buku hariannya, minta beliau diberi kesehatan, kekuatan, dan yang terbaik untuk Nenek Tahang.
Aku yakin, kalau cucunya tahu sesuatu akan terjadi esok, tak mungkin ia duduk di depan laptopnya malam itu atau kembali tidur setelah salat Subuh. Dan tiga bulan lebih, setelah cucunya sering lupa kalau ia pernah janji untuk selalu ada untuk nenek Hajah Tahang, entah kenapa tak bisa menahan air matanya.
Berkali-kali disusut, berkali-kali air matanya jatuh saat melihati wajah neneknya. Apalagi saat neneknya menyebut namanya. Ia hanya berpura-pura tak terjadi apa-apa dengan perasaan tenang tapi hampa, dan berkata ia akan selalu ada di sana.
Dan sejam kemudian, satu hal itu rupanya terjadi. Nenek Hajah Tahang sepertinya sudah mengerti. Mungkin juga putranya mengerti dengan berkali-kali mengatakan, selalu ada kebaikan yang akan menanti orang yang diberi berkah hidup untuknya.