Sepasang Ayam yang Hilang

CERPEN SITI HAJAR

“Kurrrrrrr… Kuurrrrr… ”

Nenek Sarminah tergesa menyingsingkan lengan baju, tetesan peluh di pelipis matanya yang keriput kian deras menghujani wajah.

Terik matahari membuat hari begitu terasa sangat panas. Dua ekor ayam yang masih dalam pencarian, masih belum diketahui keberadaannya.

Sudah seharian nenek Sarminah mencari ayam-ayamnya yang tidak kunjung kembali, setelah sebelumnya ia lepas usai Subuh kemarin. Dua ayamnya yang kabur adalah peliharaan satu-satunya yang ia miliki.

Sama seperti hari-hari biasa, ayam-ayam itu selalu ia lepaskan di pagi hari saat Subuh mulai turun, kemudian akan kembali ke kandang sebelum Magrib dengan sendirinya. Meski ada larangan melepas bebas ayam-ayam dari kepala desa, nenek Sarminah merasa tidak khawatir. Karena biasanya ayam itu tidak jauh pergi, dan hanya bermain di sekitar rumahnya.

Tempo hari Pak Kades sudah mewanti-wanti, berpesan kepada setiap warga yang punya peliharaan ayam untuk menjaga dan mengurung. Supaya tidak berkeliaran di beranda rumah orang.

Banyak hal buruk yang disebabkan oleh ayam-ayam peliharaan. Selain membuang kotoran secara sembarangan di teras rumah, ayam-ayam itu juga kerap kali mencakar dan membuat sampah berserakan.

Belum terhitung tanaman-tanaman penduduk yang rusak seperti tanaman bawang, cabai, tomat dan yang lainnya. Kebanyakan tanaman-tanaman itu, buahnya gundul bahkan sebelum dipanen.

Hal lain yang membuat penduduk desa lebih geram adalah ketika ayam-ayam itu masuk ke dalam rumah dan menerjang apa pun termasuk memecahkan kaca, seperti yang terjadi pada rumah Bu Suwarni.

Kaca jendela rumah Bu Suwarni dua bulan yang lalu pecah, karena disambar ayam Bu Dawuh. Ayam-ayam Bu Dawuh sering berkeliaran di depan rumah Bu Suwarni. Bu Suwarni sudah berkali-kali mengeluh kepada Bu Dawuh, bahwa ayam-ayamnya sangat merepotkan dan mengotori teras rumahnya. Kala itu, Bu Dawuh merasa tidak terima karena menurutnya, itu hanyalah seekor ayam.

Lihat juga...