Reformasi Sejati, Bebaskan Rakyat dari Pajak Mencekik

OPINI

OLEH YULIANTORO

Rakyat Indonesia hari ini hidup dalam lingkaran beban yang kian menyesakkan.

Harga beras menembus Rp15 ribu per kilogram, ongkos transportasi harian makin berat, biaya pendidikan terus melambung, dan iuran kesehatan kerap tak menutup biaya rumah sakit.

Di tengah kesulitan itu, negara justru menambah jerat melalui aneka pajak dan pungutan yang seolah tak ada ujungnya.

Pertanyaannya, bukankah reformasi sejati seharusnya membebaskan rakyat dari pajak yang mencekik sekaligus menghadirkan pelayanan publik yang murah bahkan gratis?

Lihatlah Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang kian memberatkan warga desa dan kota, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kebutuhan rumah tangga, pajak hiburan yang menyasar usaha kecil, hingga rencana pajak karbon yang berpotensi menambah ongkos energi.

Semua ini mencerminkan kecenderungan negara memilih jalan pintas: menarik pungutan dari kantong rakyat.

Ironinya, pendapatan masyarakat tak kunjung naik. Gaji buruh stagnan, upah harian minim, pedagang kecil terhimpit sewa, sementara kelas menengah ke bawah kian terpuruk.

Daya beli merosot, kemiskinan sulit diputus, dan rasa ketidakadilan makin menebal.
Pelayanan publik pun tak kalah menyiksa.

Mengurus SIM, paspor, hingga izin usaha, rakyat bukan hanya membayar tarif resmi, tetapi juga dipaksa berhadapan dengan calo dan mafia birokrasi.

Ketidakpastian layanan membuat biaya kian membengkak. Alih-alih hadir sebagai pelindung, negara tampil sebagai mesin pungutan.

Tak heran bila publik menilai pelayanan publik hanyalah jebakan berlapis biaya. Padahal Indonesia bukanlah negara miskin.

Sumber daya alam berlimpah, tambang, hutan, laut, hingga energi. Laba BUMN mencapai triliunan rupiah saban tahun.

Lihat juga...