Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 25/08/2025
Rabu malam, 20 Agustus 2025. Immanuel Ebenezer Gerungan (Wamenaker), akrab disapa Noel. Terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Diduga pemerasan pengurusan sertifikasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Presiden Prabowo bersikap tegas. Menyerahkan pada proses KPK. Noel dipecat sebagai Wamen.
Kenapa Noel bisa dianggap menyelamatkan reputasi presiden?. Setidaknya untuk sementara waktu?
Belum lama dari mencuatnya kasus Noel, presiden memberi Abolisi-Amnesti pada dua terpidana korupsi. Tom Lembong – Hasto. Abolisi – Amnesti itu mengerosi kepercayaan publik. Dari gegap gempita komitmen presiden memberantas korupsi.
Prof. Mahfud dan Prof. Jimly Ashidiqi, di antara pemberi dukungan kebijakan itu. Prof Mahfud menyatakan “Amnesti dan Abolisi bukti hukum tidak boleh dijadikan alat politik”. Tersirat ia menuding proses peradilan terhadap keduanya merupakan politisasi. Cara pandang aneh dari mantan hakim MK dan pakar hukum. Lazimnya pakar hukum, cara pandangnya tentu legalistik.
Prof. Jimly memandang sisi lain. Ia apresiasi Amnesti dan Abolisi atas alasan harmoni. Meredakan ketegangan politik. Tanpa memperjelas tingkat ketegangan itu.
Sikap kedua pakar hukum itu tidak lazim. Mempertaruhkan reputasinya sebagai pencerah hukum dan keadilan. Sikapnya terhadap Abolisi dan Amnesti dapat menjadi koreksi reputasi itu pada masa depan.
Sebelumnya gencar pula respon sejumlah tokoh, atas putusan Lembong-Hasto.
Peradilan dinilai tidak membuktikan adanya mens rea dalam kasus lembong. Narasi itu mengabaikan mens rea banyak jenis dan tingkatan. Dolus Directus (sengaja secara langsung), Dolus Indirectus (kesengajaan tidak lanbgsung), Dolus Eventualis (mengabaikan risiko), culfa (lalai, tidak sengaja).