Keracunan MBG: Desentralisasi Layanan & Koperasi Siswa

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 27/09/2025

 

 

Minggu-minggu ini diskursus publik ramai: “siswa keracunan MBG”. Gencarnya pemberitaan menjadikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) terasa menakutkan. “Terancam Keracunan”.

Prosentasenya relatif kecil. Akan tetapi jumlah peristiwa dan siswa terkena dampak, bisa membuat trauma. Bahkan ada wali murid melarang anaknya konsumsi MBG.

Per 25–27 Sept 2025, terdapat 5.914 siswa keracunan dalam 70 cluster kejadian. Tersebar di 16–17 Provinsi. Merupakan wilayah dari 45 dapur/Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). 40 dapur ditutup sementara hingga investigasi selesai dan perbaikan dipastikan mampu memberi layanan aman.

Data 22 Juni 2025, penerima manfaat MBG mencapai 5.228.529 orang (kategori: siswa + balita + ibu hamil + ibu menyusui). Data 8 September 2025, menyebut telah melayani 22,7 juta penerima. Maka kejadian keracunan itu menyasar 0,02 s.d 0,1 persen penerima MBG.

Data 22 Juni 2025 mencatat 1.837 SPPG beroperasi. Agustus 2025 mencatat 20,5 juta penerima dilayani oleh 5.905 SPPG. Prosentasi kejadian sebesar 2,4% hingga 3,5% dari total dapur.

Jumlah itu secara statistik terlihat kecil. Akan tetapi 5.914 siswa keracunan itu menggemparkan. Urusan nyawa. Apalagi ditambah “buzzer iseng” dengan konten hiperbolik. Situasinya tampak menjadi mencekam.  Bisa terkategori KLB (Kejadian Luar Biasa).

Penyebab keracunan tentu tidak tunggal. Salah satunya dimungkinkan adanya indikator beban kerja (workload) dapur/penyedia. Melebihi kapasitas riil. Selain lokasi distribusi dengan sebaran luas.

Masing-masing dapur melayani kisaran 3000 porsi. Bahkan lebih. Proses memasak menjadi terlalu lama. Makanan yang dimasak batch (putaran) awal dibiarkan terlalu lama pada suhu ruang. Menunggu masakan batch berikutnya selesai.  Masakan batch terancam basi. Memancing bakteri.

Lihat juga...