Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 11/11/2025
Aparat Penegak Hukum (APH) di Indonesia terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Republik Indonesia (Kejaksaan), dan sistem peradilan/kehakiman (Hakim). Memegang peran penting dalam menegakkan hukum, melindungi warga negara, dan menjaga stabilitas nasional.
Masalahnya sistem rekrutmen dan promosi APH saat ini menghadapi sejumlah kelemahan. Perlu inovasi. Integrated Career Scoring System (ICSS) perlu diterapkan. Sebagai alternatif metode dalam meningkatkan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas.
Bagaimana sistem rekruitmen dan promosi APH saat ini?. Kita bahas dari Polri, Kejaksaaan dan Kehakiman.
Promosi anggota Polri masih bergantung senioritas dan durasi pengabdian. Walau slogan seleksi masuk dan penugasan awal mengikuti prinsip “BETAH” (Bersih, Transparan, Akuntabel, Humanis). Penilaian prestasi, integritas, atau moral belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem digital. Risiko intervensi politik dan patronase masih ada, yang dapat memengaruhi objektivitas promosi.
Rekrutmen dan promosi Jaksa sebagian besar masih dilakukan secara internal. Penilaian berbasis skoring kompetensi — mencakup prestasi penugasan, moral, dan integritas — belum diterapkan secara transparan. Akibatnya, penempatan dan promosi tidak selalu responsif terhadap kebutuhan wilayah atau tuntutan tugas strategis.
Seleksi calon hakim dilakukan melalui CAT (Computer Assisted Test) oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Menekankan kompetensi hukum dan integritas. Promosi dan penempatan hakim sering berbasis senioritas dan pengalaman, tanpa skoring terintegrasi. Indonesia masih kekurangan lebih dari 18.000 hakim. Menunjukkan sistem karier belum responsif terhadap kebutuhan riil.