Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 09/11/2025
Hari ini, 11 November 2025, Presiden Ke-2 RI, Jenderal Besar Soeharto, resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Penganugerahan dilakukan di Istana Negara oleh Presiden Prabowo Subianto.
Keputusan ini sebelumnya sudah memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Survei KedaiKOPI menunjukkan sekitar 80,7 % rakyat Indonesia mendukung gelar Pahlawan bagi Presiden Soeharto. Sementara 15,7 % menolak.
Menandakan mayoritas publik menerima pengakuan jasa Presiden Soeharto. Meskipun sebagian menentang. Merupakan kewajaran dalam atmosfere demokrasi.
Secara bersamaan, muncul narasi kontroversial: “Presiden Soeharto diberikan gelar pahlawan, aktivis ’98 akan dianggap sebagai penjahat.” Aktivis-aktivis inilah yang dulu menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatan melalui gerakan massa dan menudingnya melakukan KKN.
Logika yang dibangun narasi ini menyatakan: jika Presiden Soeharto sekarang dihargai, tuduhan terhadapnya salah, sehingga aktivis 98-lah yang dianggap “keliru.”
Narasi semacam ini sejatinya merupakan strategi politik sebagian pihak untuk mencari dukungan publik agar menolak pemberian gelar tersebut. Namun fakta menunjukkan mayoritas masyarakat tetap mendukung Presiden Soeharto sebagai pahlawan karena jasa-jasanya. Tidak cukup berdampak pula dalam menggerakkan mayoritas mantan-mantan aktivis 98 untuk menolak.
Mengabaikan penggiringan opini ini, kecenderungan menunjukkan tidak sedikit mantan aktivis 98 kini dipandang sebagai “penjahat” baru oleh publik. Bukan karena gelar Pahlawan terhadap Presiden Soeharto. Akan tetapi karena perilaku mereka sendiri pasca‑reformasi yang mengingkari idealisme reformasi 1998.