Jangan Ulangi 1998 !

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 01/09/2025

 

 

Apa kesalahan 1998?. Apa yang tidak perlu diulangi?.

Ialah mempercayai momen itu sebagai gerakan motif tunggal. Homogen. Collective action. Pelaku dengan misi, orientasi dan agenda yang sama: reformasi.

Semua pelaku me(di) labeli sebagai reformis. Pejuang reformasi. Antar elemen saling percaya begitu saja. Bahwa semua tulus dengan agenda yang sama: melawan KKN (Korupsi, Klolusi, Nepotisme). Mewujudkan demokratisasi. Mengembalikan rel pembangunan bangsa sesuai UUD 1945.

Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti, rezim silih berganti. Baru disadari perjalanan reformasi menuju arah aneh. Krisis ekonomi dijawab konsolidasi politik sebagai titik berat. Perlawanan terhadap KKN dijawab dengan dekontsruksi UUD 1945 secara brutal. GBHN dan fungsi MPR sebagai locus of ower dihapus. Aset strategis bangsa diprivatisasi.

Cukup lama untuk kemudian —sebagian— bangsa Indonesia menyadari. Gerbong reformasi ternyata ditumpangi unsur-unsur gerakan dengan motif beragam. Setidaknya ada lima kekuatan saling berebut kendali atas masa depan Indonesia. Pada tahun 1998 itu.

Pertama, globalis beserta agen-agennya di dalam negeri. Untuk kendali sumberdaya strategis Indonesia. Termasuk kendali atas SDA penting.

Soeharto memiliki misi tegas: “tinggal landas” tahun 2000. Industri strategisnya mulai produksi. Maka ia harus dihentikan. Amerika Serikat bolak-balik mengirim misi khusus ke Singapura. Untuk memastikan agendanya itu. Menghentikan kepemimpinan Soeharto.

Sesaat setelah reformasi, perusahaan-perusahaan dan aset-aset strategis Indonesia dikuasai Singapura. Melalui ujung tombak Temasek Holding. Operasi senyap dilakukan. Kepemilikan saham PT. Telkom, Indosat dan Astra Group serta beberapa perusahaan strategis berpindah kepemilikan. Menjadi milik perusahaan Singapura. Business Week mengkategorikan Astra sebagai perusahaan terbaik 94 di Asia dan terbaik kedua di Indonesia setelah Telkom.

Lihat juga...