Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
Betulkah asumsi itu?. Pilkada 2024 merupakan pertempuran terakhir. Bagi kekuatan-kekuatan pembajak reformasi?
Idiologi reformasi adalah demokratisasi dan anti KKN. Terdapat dua aliran besar penyangga suprastruktur politik pasca 98. Ialah kekuatan pragmatis-politis dan PDIP. Berlindung dibalik romantisisme idiologi Soekarnoisme, PDIP sebenarnya tergolong pragmatis pula. PDIP tidak bersih dari KKN.
Kedua kekuatan itu berselingkuh-berkelindan dengan perilaku KKN. Keduanya bisa kita labeli sebagai “pembajak” reformasi. Kekuatan-keuatan yang diuntungkan oleh reformasi. Akan tetapi menyimpang dari idiologi reformasi yang sesungguhnya. Berlindung dibalik kedok pengusung reformasi.
Bukankah PDIP tidak sepenuhnya mengendalikan rezim reformasi?. Terhitung dua setengah periode kepresidenan saja berkuasa. Era Presiden Megawati dan Presiden Jokowi?.
Memang tidak sepenuhnya berkuasa. Akan tetapi tetap saja menjadi kekuatan politik dominan sepanjang hampir tiga dekade. Hingga 2024. Bahkan pada masa Presiden SBY, PDIP menjadi kekuatan oposisi signifikan.
Bagaimana bisa kita katakan sebagai pertarungan terakhir pembajak reformasi?.
Pemilu presiden 2024 ditandai dua hal besar. Pertama, gagalnya PDIP menguasai kursi kepresidenan. Berdampak pada renggangnya cengkeraman politiknya atas kabinet. Lepasnya kendali suprastruktur.
Kedua, munculnya corak idiologis baru pada sisi Prabowo Subianto. Ia bisa kita kategorikan dalam rumpun idiologi nasionalis-religius-rasional-pragmatis. Nasionalis-religius terbentuk oleh idiologi Sapta Marga.
Bahwa sebagai sandaran idiologisnya adalah setia pada Pancasila. Dimensi nasionalis dan religiusnya bersumber pada kesetiaan pada Pancasila itu.