Kabinet dan Antropologi Nusantara

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

Tema ini tidak diangkat dari hasil riset. Melainkan dari diskusi-diskusi jalanan kaum aktivis. Dari warung warung-warung kopi. Cafe-cafe. Terkait kompodisi ideal kabinet Indonesia.

Indonesia bukan hanya multikultur. Keragaman etnik bukan semata soal estetik dan karakter unik. Keragaman itu mencerminkan keunggulan sumberdaya manusia. The dream team kabinet Indonesia adalah ketika mampu meramu dan memadukan keunggulan itu.

Bench Mark paling dekat adalah strategi Presiden Soeharto menyusun kabinetnya. Beserta team penopang pembangunan lainnya.

Ibarat permainan sepak bola, karakteristik orang Jawa lebih tepat dalam posisi play maker. Pengatur ritme permainan. Baik ketika bertahan, maupun menyerang.

Karakteristik SDM Jawa dikenal njlimet, tenang, tidak grusa-grusu (tergesa-gesa), memiliki visi jauh kedepan yang kompleks, dan menjaga harmoni. Mengayomi kepentingan semua pihak. Bertipikal sebagai stabilizer dan pengayom dalam sebuah team. Karakter seperti ini dipandang cocok sebagai leader di tengah keragaman.

Dogma: “pemimpin Indonesia harus Jawa”. Bukan semata antropologis. Bahwa  jumlah penduduk Jawa mayoritas. Melainkan karakter pengayom itu.

“Ketika etnis lain memimpin, gairah untuk atur posisi keluarga besarnya sangat besar. Etnis lain bisa tersingkir. Beda dengan ketika orang Jawa memimpin. Semua terakomodasi”. Begitu celoteh seorang dari etnis non Jawa dalam membahas soal itu.

Berdasar pengakuan itu, barrier etnis non Jawa untuk memimpin Indonesia bukan semata jumlah orang Jawa. Melainkan soal kemampuanya merawat keragaman. Etnosentrismenya masih kuat. Belum tuntas dengan etnosentrismenya itu. Akibatnya memicu resisten etnis lain.

Lihat juga...