Belum lagi “perombakan” beragam peraturan. Untuk memuluskan konsesi usaha di Indonesia dalam durasi panjang. Bagi PMA.
Manuver Singapura mengakuisisi perusahaan-perusahaan strategis Indonesia begitu sistematis. Rapi dan cepat. Dalam kasus divestasi Indosat, Temasek mendatangkan mantan wakil Menteri Pertahanan Amerika untuk melobi pejabat-pejabat Indonesia. Pencitraan media, Temasek menyewa Myrna Thomas sebagai managing director for corporate affairs. Menetralisir persepsi orang.
Kedua, kelompok pragmatis. Ialah para penikmat kue pembangunan Orde Baru yang hendak reposisi politik. Agendanya satu: tidak terlempar dari rezim baru pasca Presiden Soeharto. Terbebas dari citra negatif Orde Baru. Dianggap anti Soeharto. Dianggap reformis.
Pelaku kejahatan ekonomi dan politik pada masa reformasi banyak dilakukan kelompok ini. Tidak memiliki idiologi kuat menjaga kedaulatan bangsa. Idiologinya pragmatisme kekuasaan.
Ketiga, eks dan simpatisan PKI. Agendanya balas dendam terhadap Orde Baru. Narasinya tidak berubah sepanjang reformasi: “ganti rugi kejahatan HAM Orde Baru”. Maksudnya rehabilitasi dan ganti rugi terhadap PKI. Walaupun PKI berlumuran darah. “Sing uwis yo uwis” (yang sudah ya sudah), kata Fahmi Idris, eksponen 66.
Keempat, kaum reformis. Mahasiswa, cendekiawan, akademisi, idealis. Mereka pengusung reformasi politik Indonesia. Agar tidak hanya didominasi tiga partai. Pengusung anti KKN. Demokratisasi pusat-daerah. Hapus Dwifungsi ABRI. Simbol moralnya salah satunya Dr. Nurcholish Madjid. Walaupun Dr. Amin Rais dilabeli bapak reformasi. Sebelum meredup pamornya sebagaimana saat ini.