Sepasang Ayam yang Hilang

CERPEN SITI HAJAR

Hari kejadian ketika ayam-ayamnya hilang, nenek Sarminah sedang pergi ke balai desa untuk mengambil dana bantuan PKH dari pemerintah.

Selama bertahun-tahun menjadi orang paling miskin di desa baru kali ini ia mendapat dana bantuan. Biasanya namanya selalu terlupakan. Bahkan untuk bantuan sosial ketika pandemi, ia selalu terlewat.

Di desa itu, nenek Sarminah bukanlah satu-satunya orang miskin. Ada banyak tetangganya yang juga mengaku keluarga miskin. Sebenarnya di desa ini sangat sulit mendefinisikan orang miskin, karena ada banyak tetangga nenek Sarminah yang mengaku miskin, tetapi nyatanya punya banyak harta.

Ketika hendak menjemput dana bantuan dari pemerintah, mereka berlomba-lomba menggunakan paling banyak perhiasan emas, di leher dan pergelangan tangannya. Sepertinya kata miskin sudah kehilangan makna di kampung nenek Sarminah.

***

SEMUA warga berkumpul di depan rumah panggung berdinding kayu milik nenek Sarminah, mereka penasaran ke mana perginya sepasang ayam jantan dan betina itu. Semua orang membantu berkeliling mencari harta paling berharga milik nenek Sarminah.

“Minggu lalu ayam-ayam itu masuk pekarangannya Bu Surtini, Mbah,” kata salah seorang warga yang ikut mencari ayamnya yang hilang.

“Iya, jangan-jangan ayammu dipotong, dijadikan lauk sama Bu Surtini tuh, Mbah,” Bu Dawuh menambahkan.

Nenek Sarminah hanya diam. Dia tidak menaruh curiga sama sekali pada Bu Surtini. Bu Surtini adalah janda anak dua yang punya nasib sama dengannya, terjebak dalam kemiskinan dan menjadi tulang punggung keluarga.

Sama seperti dirinya, mereka sering disuruh kerja serabutan oleh penduduk desa. Pekerjaan inilah yang dijadikan mata pencaharian, untuk membeli beras dan memenuhi kebutuhan hidup bersama cucunya yang baru menginjak kelas empat SD.

Lihat juga...