Dalam pemahaman saya, keyakinan adalah hak setiap manusia dan menjadi bagian urusan pribadi yang mutlak, tidak boleh ada campur tangan dari orang lain. Namun, kita sebagai manusia yang dibekali akal pikiran, perasan, rasa, serta pemahaman, mampu membedakan siapa manusia itu sebenarnya dan kemana kita hidup nanti.
Maka dari itu, menuntut semua orang yang memiliki agama, harus mampu memberikan pemahaman dan pemikiran yang kontekstual dan relevan, percaya kepada Tuhan, bukan sebuah intimidasi dan pembatasan kreativitas manusia. Namun, justru dengan ajaran agama, kita akan cerdas menghadapi kehidupan dan permasalahan hidup sebagai manusia warga negara Indonesia.
Sebaiknya, pengakuan Mahkamah Konstitusi bahwa Aliran Kepercayaan menjadi bagian dari agama ini perlu dikaji ulang. Bila dihadapkan dengan keimanan dan keyakinan kita kepada Tuhan. Tetapi, bila keputusan itu dihadapkan dengan kepentingan lain, itu persoalan lain. Namun, kita sebagai manusia layak untuk berpikir selaras, seimbang dan harmonis dengan ajaran Tuhan. Bagaimana dengan ajaran yang menyembah Roh Halus, menyembah batu besar, menyembah Pohon besar dan angker? Pertanyaan kita semua kepada para hakim Mahkamah Kontitusi, apakah Animisme dan Dinamisme juga akan disebut sebagai agama?
Eko Ismadi adalah Pengamat Sosial Keagamaan dan Pelaku Spiritual