Supersemar Bukan Kudeta
OLEH EKO ISMADI
PASCA-reformasi 1998, dalam amatan saya, ada banyak pihak yang melakukan tuduhan keji dan fitnah, dengan mengatakan, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) adalah upaya kudeta merangkak yang dilakukan oleh Soeharto.
Fitnah tersebut tanpa dasar dan jauh dari waras. Seakan, ketika bisa mendiskreditkan Soeharto, sudah bisa merasa paling benar dan hebat! Bagi saya, siapa pun sejarawan atau ilmuwan yang menyatakan bahwa Supersemar adalah upaya kudeta, maka sebenarnya, jangan-jangan ia bagian dari PKI, serta musuh dari Pancasila dan UUD 1945 yang diresmikan pada tanggal 18 agustus 1945.
Kita semua tahu, Supersemar lahir karena peristiwa pengkhianatan G30S/PKI 1965 di Jakarta, dan telah menyebabkan beberapa Perwira TNI AD gugur sebagai Pahlawan Kusuma Bangsa. Saat itu, G30S/PKI 1965 tidak hanya menimbulkan kesedihan bagi keluarga yang menjadi korban keganasan PKI, namun juga mencemaskan seluruh bangsa Indonesia.
Fakta yang lebih runyam lagi, paska pengkhianatan G30S/PKI 1965, sikap Presiden Soekarno yang tidak tegas terhadap PKI. Bung Karno enggan untuk memproses hukum bagi anggota PKI yang terlibat G30S/PKI.
Hal ini menumbuhkan kesan, Soekarno melindungi dan berusaha melepas anggota PKI dari jeratan hukum. Beberapa waktu setelah peristiwa pengkhianatan berdarah G30S/PKI 1965, Bung Karno malah menyatakan, ”Kematian seperti itu biasa dalam revolusi. Itu hanya persoalan kecil dalam kebangsaan.”
Saya justru merasakan hawa kekejaman atas sikap Soekarno yang menganggap kematian para Jenderal sebagai persoalan kecil. Padahal, kematian pahlawan revolusi sangat memilukan bagi masyarakat Indonesia.