PSBB (Lagi) Harus Serentak

OLEH: ABDUL ROHMAN

Abdul Rohman, Penulis Buku Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan, -Dok. CDN

BEBERAPA hari lalu, Anies Baswedan mengikrarkan kembali berpihak kepada rakyat, dengan men-declare menarik hand rem untuk menahan atau bahkan menghentikan laju Covid-19, melalui new PSBB. Sebelumnya Anies terlihat berdamai dengan rezim pemerintah pusat beserta kroni-kroni bisnisnya yang menginginkan pemberlakuan new normal sebelum waktunya.

Pemberlakukan new normal secara tergesa-gesa itu bisa diduga kuat (terbaca dari analisis kebutuhan dan intervensi kebijakan di masa krisis), untuk memperlambat kebangkrutan kerajaan bisnis para kroni rezim, yang sebenarnya sulit untuk dipertahankan lagi. Seperti usaha jasa perhotelan, mall, cafe-cafe besar, pusat-pusat hiburan, yang sampai pertengahan tahun 2021, diprediksi tetap akan mengalami kemerosotan, walau diintervensi dengan beragam insentif promosi.

Masa Covid-19, prioritas kebutuhan masyarakat terletak pada: (1) kebutuhan pangan, (2) langkah-langkah darurat kesehatan termasuk menghentikan Covid-19, dan (3) pendidikan, beserta (4) program penunjangnya seperti transportasi, listrik dan energi. Di luar ketiga itu merupakan kebutuhan sekunder. Maka intervensi kebijakan dan anggaran di luar ketiga hal di atas sebenarnya harus bersifat sekunder pula.

Pada awal Covid-19, Anies terlihat jelas keberpihakannya terhadap rakyat, dengan melawan kebijakan pemerintah pusat yang tidak segera memberlakukan karantina wilayah. Melalui tarik ulur dengan pemerintah pusat yang menegangkan, Anies berhasil memberlakukan PSBB. Pada PSBB tahap pertama, Anies berhasil menekan laju Covid-19 Jakarta di bawah 50 case per day. Sayangnnya, pemberlakuan new normal sebelum waktunya mendongkrak laju Covid-19 yang saat ini mencapa 1000 case per day dan kapasitas RS Covid-19 di ambang jenuh.

Lihat juga...