Gagal Piala Dunia: Liga Pelajar
Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 14/10/2025
Timnas sepak bola gagal Piala Dunia. Terhenti di round 4. Harapan ceria itu kini pupus. Euphoria masuk piala dunia hanya menjadi imajinasi. Harus berjuang lagi tahun untuk 2030.
Berita-berita bola menjadi kurang menarik dibaca. Ujungnya sama: gagal. Tidak ada kisah menarik lagi. Seperti berita kalah pilpres. Melihat judulnya saja membuat berpaling untuk membaca.
Kegagalan Timnas Bola itu bermakna pembuktian. Metode Pembinaan Terpusat (Centralized Development) dan naturalisasi bukan jawaban lahirnya prestasi. Teori lama harus ditengok kembali: sistem kompetisi sehat, berjenjang, profesional. Ialah satu-satunya jawaban untuk mengejar prestasi.
Liga Pelajar. Mungkin bisa menjadi Jawaban.
Liga adalah sistem kompetisi dengan pertandingan rutin setiap minggu. Sepanjang tahun. Berbeda dengan turnamen. Diselenggarakan hanya beberapa hari dalam setahun.
Liga pelajar bisa mengisi kesenjangan utama dalam sistem kaderisasi atlet Indonesia. Kesenjangan itu berupa frekuensi kompetisi, minimnya infrastruktur. Keterbatasan biaya dan sumberdaya.
Indonesia memiliki wilayah luas. Menyelenggarakan kompetisi profesional setiap cabang olah raga saja sudah pekerjaan berat. Jika targetnya menjangkau seluruh wilayah. Apalagi mendirikan klub-klub profesional secara merata.
Pada saat ini memang banyak diselenggarakan turnamen. Tahunan. Misalnya O2SN, Porprov. Bukan Liga. Atlet muda tidak terbiasa menghadapi ritme pertandingan maraton. Frekuensi pertandingannya kecil.
Infrastruktur pembinaan usia dini juga minim. Klub profesional jarang memiliki akademi usia muda berjenjang (U-10, U-12, U-16, U17, U19). Inilah sesungguhnya fondasi prestasi jangka panjang.