Kelemahan itu bisa ditutup oleh Liga Pelajar. Sebuah konsep liga para pelajar peminat olah raga. Mulai jenjang SD, SMP, SMA. Dilanjut sampai Universitas. Sebagai bagian pelajaran ekstra kurikuler. Setiap guru olah raga menjadi pelatih bagi klub sekolahnya.
Diselenggarakan dalam lingkup kabupaten/kota. Untuk SD bisa saja lingkup Kecamatan saja. Agar para peserta tidak terbebani jarak. Didesain setiap minggu ada pertandingan. Sepanjang tahun. Kecuali bulan Ramadhan atau hari besar.
Liga diberi jeda tiga bulan dalam satu tahun. Untuk penyelenggaraan turnamen. Menyeleksi atlet-atlet berbakat. Untuk dijaring klub-klub professional.
Banyak negara maju dalam olahraga menerapkan model kompetisi berjenjang dan terstruktur sejak sekolah. Jepang memiliki “School Club System”. Setiap sekolah punya klub olahraga yang berkompetisi di liga antar-sekolah. Sepanjang tahun. Tersusun dari tingkat SD (Shogakko), SMP (Chugakko), SMA (Koko), hingga universitas.
Kompetisi seperti “Koshien” (baseball SMA) bahkan menjadi ajang nasional bergengsi dan sumber bakat profesional. Dukungan pemerintah daerah kuat. Pelatih banyak berasal dari guru olahraga bersertifikat.
Korea Selatan memiliki “Student Sports Club League” dikelola oleh Ministry of Education bersama Korean Sport & Olympic Committee. Ada liga antar-sekolah untuk sepak bola, basket, taekwondo, atletik, dll. Rutin dan berjenjang dari kota hingga nasional. Atlet muda terbaik diseleksi ke akademi klub profesional (misalnya FC Seoul U-15, U-18).
Amerika Serikat memiliki High School Sports Leagues dan College NCAA system. Menjadi tulang punggung pembinaan atlet. Setiap sekolah memiliki jadwal kompetisi musiman tetap (fall, winter, spring season). Klub profesional (NBA, NFL, MLB) merekrut bakat langsung dari sistem sekolah dan universitas.