ESAI TEATER
CATATAN PROSES PERTUNJUKAN
OLEH MUHAMMAD RAIHAN
Pada hari Senin tanggal 13 Oktober 2025 yang lalu, Teater Braille sukses menyelenggarakan satu lagi pementasannya. Dengan lakon Ruang Tunggu karya Muhammad Raihan, bisa dibilang ini adalah kedua kalinya naskah tersebut dipentaskan.
Sebelumnya, naskah ini pertama kali dipentaskan pada tanggal 26 September 2025 dalam rangkaian Festival Minikita Inkubasi Teater 2025 yang diselenggarakan oleh Komunitas Sakatoya, di Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tak berselang lama, kira-kira dua minggu kemudian, Teater Braille kembali mementaskan naskah tersebut di Dewan Kesenian Malang, Kota Malang, Jawa Timur.
Pementasan ini, jika dilihat dari kacamata penonton ataupun masyarakat secara umum memang hanya terkesan sebagai satu lagi pertunjukan yang sudah selesai.
Namun, bagi Teater Braille ini adalah sebuah langkah krusial dan sangat menentukan bagi keberlangsungan komunitas ini ke depannya.
Hal ini tak lain karena konsep yang berusaha Teater Braille bawakan sekaligus tawarkan kepada penonton—satu buah bentuk estetika yang ternyata tidak hanya menggebrak persepsi penonton mengenai pertunjukan yang dimotori oleh difabel netra, tetapi juga sebagai langkah besar komunitas ini dalam mencari sekaligus menemukan bentuk autentik mereka sendiri.
Selama kurang lebih empat puluh menit, penonton tidak diarahkan untuk menikmati pertunjukan teater pada umumnya.
Alih-alih, penonton diajak untuk sejenak menggali ke dalam alam kesadaran difabel netra yang diwakilkan satu buah kata kunci: kegelapan.
Selama kurang lebih empat puluh menit, penonton diajak masuk ke dalam sebuah ruang pertunjukan yang seutuhnya gelap, tidak ada setitik pun lampu penerangan yang umumnya hadir di dalam pertunjukan konvensional.