Memang ada sedikit cahaya, tetapi itu pun hanya muncul beberapa kali dan merupakan bagian dari struktur dramatik pertunjukan. Sisanya, gelap total.
Lantas, apa yang menarik untuk dibicarakan? Tentu saja respons dari para penonton itu sendiri terhadap pertunjukan ini.
Bagaimana umpan balik yang mereka sampaikan seusai menyaksikan sebuah pertunjukan teater yang gelap gulita, apa yang mereka rasakan, bagaimana mereka menangkap pertunjukan itu dari awal sampai akhir, dan tentunya apa pengalaman yang mereka dapat setelah sesaat menjalani simulasi menjadi difabel netra.
Akan tetapi, mungkin lebih baik kita simak terlebih dahulu kisah panjang dari proses pementasan ini dari awal sampai akhir, yang nantinya tidak hanya sukses menjadikan para penontonnya “buta” sesaat, tetapi juga memantik komunitas ini untuk mulai menemukan bentuk atau gaya pertunjukan mereka sendiri.
***
Ruang Tunggu adalah naskah drama karya Muhammad Raihan yang berusaha mengangkat isu keterpinggiran yang sering kali dialami kelas-kelas sosial tertentu, termasuk penyandang disabilitas.
Tokoh-tokoh dalam naskah ini bisa dibilang cukup mewakilkan situasi yang masih kerap kali dialami difabel sewaktu terjun ke dalam masyarakat. Ketidakcocokan, ketidakmampuan berkomunasi, hingga akhirnya berujung pada keterasingan sosial bahkan psikologis, yang sering kali membuat difabel tidak berdaya untuk bersaing dengan para nondifabel.
Pada akhirnya, ide tersebut yang kemudian oleh teman-teman Teater Braille berusaha olah kembali dengan tawaran estetika disabiltas mereka, termasuk kegelapan total sepanjang pertunjukan untuk memposisikan penonton sejenak sebagai seorang difabel netra.