Oleh: Eko Ismadi
JAKARTA — Di tengah gonjang-ganjing kepemimpinan Partai Golkar sekarang ini, pasca ditangkapnya Setya Novanto, dalam suasana eskalasi politik yang panas, tidak ada salahnya kita kembali menengok sejarah Nasionalisme Indonesia di era kepemimpinan Soeharto yang ditopang oleh Partai Golkar. Meskipun, pada kenyataannya, pemerintahan Soeharto harus diakhiri pada masa reformasi, karena sudah kehendak takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Tak perlu ada yang disesali dengan kenyataan itu.
Namun, pembaca budiman perlu tahu, yang membuat bangsa Indonesia harus menyesal, yaitu ketika suksesi kepemimpinan nasional reformasi memberi ruang dan kesempatan selebar-lebarnya bagi bangkitnya kembali PKI dan berkembangnya lagi pemikiran politik komunisme. Padahal, pemerintahan Presiden Soeharto telah berusaha keras mematikan Komunisme dan PKI. Ditambah lagi, banyak kalangan di era reformasi ini, menjelekkan Soeharto sejelek-jeleknya, tanpa memandang jasa pengabdiannya sama sekali.
Padahal, ketika memimpin Bangsa Indonesia, Presiden Soeharto tidak pernah sepatah katapun menjelekkan Soekarno. Pak Harto tidak pernah menyebut Soekarno terlibat PKI dan G30S/PKI. Demikian juga anak Soeharto tidak menyebut Soekarno diluar etika kehormatan sang tokoh, pejuang, dan pendiri bangsa Indonesia itu.
Sebaliknya, di masa sekarang ini, dalam masa pemerintahan hasil pilpres 2014 ini, ada anak Soekarno yang menyebut Seharto sebagai dalang peristiwa pengkhianatan G 30 S/PKI yang dipimpin DN Aidit Dan Untung. Tetapi dengan sikap anak Soekarno tersebut, kita jadi mengerti sekarang, memang benar apa yang dikatakan oleh Soeharto, ”Yang tidak senang dengan TNI dan Pancasila, hanyalah PKI dan komunis.”