GOLKAR DALAM POLITIK KEBANGSAAN INDONESIA
Soeharto berpendapat, pada masa pemerintahan Soekarno, ada dua perilaku berpolitik yang menimbulkan konflik. Yang pertama, ketika partai politik diberi kebebasan sebebas bebasnya hingga terjadi konflik dalam sistim pemerintahan Liberal. Yang kedua, yaitu pada masa sistem pemerintahan demokrasi terpimpin, partai politik ditekan habis hingga terjadi konflik. Tentunya, pendapat saya ini sangat diterima dan disetujui oleh sebagian rakyat Indonesia yang tidak setuju dengan Politik Nasakom pada tahun 1965. Untunglah, saat itu, Soeharto segera membentuk format politik baru yang dapat melakukan perubahan bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perubahan yang dilakukan Soeharto dibidang politik, yaitu menyempurnakan organisasi Front Nasional yang dibentuk Soekarno, lalu menyederhanakannya. Kalau Soekarno berhasil menyederhanakan menjadi 10 Partai Politik, Soeharto menyederhanakan menjadi tiga partai politik, yakni PPP, PDI, dan Golongan Karya, lalu ditetapkan melalui UU No 4 Tahun 1975.
Semenjak itu, Golongan Karya menjadi kekuatan Politik Nasional dan menjadi alat demokrasi bagi kemajuan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Melalui Partai Golkar, pemerintahan Soeharto menyalurkan program perubahan bagi bangsa Indonesia untuk menuju kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
POLITIK DEMOKRASI PANCASILA
Barangkali, kita perlu belajar atas kejadian yang menimpa Soekarno pada tahun 1965, ketika Pancasila sudah tidak lagi menjadi cermin atau sumber inspirasi kehidupan kebangsaan. Saat itu, Pancasila hanya sekedar simbol administrasi belaka, bahwa ideologi Negara Indonesia adalah Pancasila. Kemudian, Presiden Soeharto pada masa orde Baru mengajukan konsep sistem politik dalam pemerintahan yang disebut Demokrasi Pancasila yang diresmikan pada tanggal 18 Agustus 1945, secara murni dan konsisten, serta konsekuen.