Biografi Pemulung

CERPEN UMI SALAMAH

NAMAKU Tohirin. Anak semata wayang dari pasangan Kusman dan Santi. Aku terlahir dari pasangan pemulung. Kata Bapak, pemulung adalah pekerjaan yang terbaik. Tidak ada pekerjaan di dunia ini yang mengalahkan seorang pemulung. Setiap malam Bapak selalu menanamkan kalimat itu di benakku.

Aku percaya dengan perkataan Bapak. Tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Bapakku adalah segalanya. Dia mengajariku cara salat dan mengaji. Selepas Maghrib, Bapak tidak pernah absen mengajariku mengaji. Sembari menunggu Ibu yang tengah memasak makan malam sederhana.

Bapak tahu segalanya tentang sifat dan kepribadianku. Aku memang paling susah untuk mengaji. Malas rasanya mempelajari bahasa asing itu. Tapi Bapak mengakalinya dengan sengaja menyuruh Ibu agar memasak makan malam di saat jam mengaji.

Aku dilarang makan malam sebelum selesai mengaji. Terpaksa aku melakukannya. Tapi lambat laun, aku terbiasa untuk mengaji. Tanpa diembel-embeli makan malam.

Di siang hari, saat Bapak dan Ibu memulung, aku bermain bersama tetangga. Teman-temanku cukup banyak. Rumah tempat tinggalku memang berada di kawasan padat penduduk. Kata Bapak, semua orangtua di kawasan ini bekerja sebagai pemulung. Dusun pemulung Bapak sematkan pada kawasan ini.

Aku bahagia hidup seperti ini. Siang hari bermain bersama kawan-kawan dan malam hari bersama Bapak dan Ibu. Jika aku dan kawan-kawan bosan bermain di kawasan ini, kami akan mencari tempat lain. Kami akan berjalan melintasi sungai dan bermain di tanah lapang. Di sana kami bermain sepak bola.

Kami memang merencanakan bermain sepak bola jauh-jauh hari. Sebenarnya tanah lapang itu ada aktivitasnya. Batang-batang besi tersusun rapi di pinggir tanah lapang itu. Ada mesin besar yang tidak aku ketahui namanya. Banyak orang yang sibuk di sana saat siang hari. Entah apa yang mereka lakukan. Mereka akan pergi saat petang hari.

Lihat juga...