“Sebuah hasil penghitungan hasil suara yang sungguh begitu sangat memuaskan!” ucap Bardah tampak begitu bangga membusungkan dada.
“Terima kasih untuk seluruh masyarakat Desa Karanglo yang telah memilih aku dan aku sekarang sudah menang, menang, menang, hahaha,“ imbuh Bardah dengan ketawa lepas dan nada suara sengaja dikeras-keraskan tampak begitu sangat angkuh.
Meski Bardah menang, tapi warga masyarakat Desa Karanglo tampaknya tidak senang karena uang sogokan hanya di masa kampanye Pilkades untuk memenangkan Bardah saja. Setelah Pilkades selesai dan Bardah sudah menjadi kades Karanglo, seperti masa jabatan kades Bardah sebelumnya, masyarakat hanya bisa gigit jari karena nasib dan taraf hidupnya tidak berubah menjadi lebih baik. Bahkan semakin terjepit dalam kenyataan pahit. ***
Akhmad Sekhu, lahir 27 Mei 1971 di Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jateng. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000), Yang tak Selesai Dibisikkan (manuskrip kumpulan puisi, siap terbit). Novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (manuskrip novel, siap terbit). Alumni Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), kini tinggal di Jakarta.
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Karya belum pernah tayang di media manapun baik cetak atau online. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com