Dalam hati, Arman menyayangkan Herdi yang sudah telanjur maju dalam Pilkades Karanglo dan harus berhadapan dengan Bardah, lawannya, yang sudah terang-terangan sekali melakukan money politic.
Sedangkan pesaing lainnya, Parto, sama saja tetap money politic, meski dari segi keuangan tidak sekaya Bardah, tapi tentu tidak menutup kemungkinan ia akan nekat melakukan berbagai cara untuk dapat mengalahkan Bardah, pesaing beratnya.
Untung, Marhamah, teman dekatnya, pada Pilkades tahun ini sudah tujuh belas tahun dan sudah punya KTP sehingga sudah punya hak untuk mencoblos. Arman tentu saja menyarankan Marhamah untuk memilih Herdi.
Marhamah dengan kesadaran sendiri memang memilih Herdi yang dinilainya paling pantas jadi Kades karena pintar, bersih dan punya kemampuan untuk memimpin desa dengan baik.
“Keluarga saya juga memilih Herdi, meski Bardah dan Parto berulangkali menyuap dengan sembako, tapi dengan halus keluarga saya menolaknya,“ ungkap Marhamah membuat Arman terasa begitu lega.
Dalam hati, Arman semakin mantap menjatuhkan pilihan hatinya pada Marhamah, yang sejalan dengan pemikirannya.
“Terima kasih, Marhamah,“ ucap Arman sambil kemudian memegang tangan Marhamah erat-erat.
Marhamah membalas dengan memberikan senyuman paling manis dan kemudian menggenggam erat-erat tangan Arman. Keduanya memang tampak cocok dan serasi menjadi pasangan kekasih.
***
MENYAKSIKAN ndaru jatuh ke rumah Bardah, Arman tampak pasrah, mungkin itu sudah isyarat alam, Bardah akan menang dalam Pilkades. Tapi tiba-tiba Arman ingat pada pesan Mbah Tuk, ahli metafisik yang dikatakan masyarakat sebagai orang pintar. Bahwa mungkin jatuhnya ndaru ke rumah Bardah baru tahap penjajakan. Jadi Arman menunggu ndaru lagi.