“Saya di mana? Mengapa saya diculik begini?” bertanya-tanya Arman seraya mencoba melepaskan diri dari tali yang tampak begitu erat mengikat.
“Jangan banyak tanya, tapi diam saja di sini!” ucap salah seorang penculik yang tampangnya begitu sangat sangar.
Arman jadi penasaran, “Mengapa saya harus di sini? Besok kan pencoblosan jadi tolong lepaskan saya karena saya harus mencoblos!”
“Tenang saja di sini sampai pencoblosan selesai!” ucap penculik lainnya seraya dengan telak memukul leher Arman dari belakang hingga Arman langsung pingsan.
***
SAAT pencoblosan Pilkades Karanglo tiba, masyarakat tampak bersuka cita menyambut pesta demokrasi itu. Ada tiga gambar dalam Pilkades Karanglo, yaitu calon 1 bergambar padi untuk Herdi, calon 2 bergambar kelapa untuk Parto dan calon 3 bergambar ketela untuk Bardah.
Masyarakat begitu antusias sekali melakukan pencoblosan dari pagi hingga siang. Mereka tampak begitu tenang karena mendapat “pesangon” dari Bardah saat serangan fajar. Memang tak seberapa banyak, tapi cukup untuk membeli beras dan lauk pauk sehari saja.
Di antara masyarakat yang begitu banyak menyemut di lapangan bola, yang menjadi tempat pencoblosan pilkades Karanglo, ada beberapa orang yang sangat kehilangan dengan menghilangnya Arman, yaitu Herdi.
Kini ia merasa sudah tidak ada teman lagi berdiskusi politik paling asyik dan pendukung paling setia dan utama pada dirinya. Juga ayah ibunya, dan tidak ketinggalan tentu Marhamah, kekasihnya.
“Tiba-tiba Arman harus pergi ke Jogja untuk ketemu dosen pembimbing skripsinya,“ begitu jawaban Pak Marbun, ayah Arman, ketika ditanya keberadaan Arman.