Seperti kesaksian dan penututan cerita Sugeng, tetangganya, yang sudah seringkali menerima uang.
“Apa daya Mas Arman, uang sudah di tangan,“ begitu penuturan Sugeng, kemarin, tampak begitu pasrah dan jujur menuturkan keadaan apa adanya pada dirinya.
“Terima saja uangnya, tapi jangan pilih orangnya, “ ucap Arman mencoba memberi sebuah nasihat.
“Ah, Mas Arman ini kayak tidak tahu Bardah saja yang sudah tiga tahun ini begitu baik sekali pada keluarga kami dengan sering memberikan sembako,“ sahut Sugeng tampak mengelak dengan telak pada kenyataan yang mengharuskan dirinya memilih Bardah.
“Lagi pula saya sudah janji untuk memilih Bardah, masa sih saya harus ingkar janji, kalau ingkar janji kan dosa Mas,“ imbuh Sugeng semakin memantapkan diri terpaksa harus memilih Bardah dalam pencoblosan Pilkades nanti.
“Kalau nanti ketahuan saya ingkar janji tidak memilih Bardah, bisa-bisa saya dijadikan perkedel oleh para pendukung Bardah yang rata-rata para preman yang bisa bertindak kejam membantai siapa saja yang berani ingkar janji,“ pungkasnya, tampak bergidik membayangkan kejadian pembantaian pada dirinya. Kalau ingkar janji tidak memilih Bardah, yang itu tentu sama sekali tidak diinginkannya.
Arman hanya bisa pasrah, geleng-geleng kepala dan tidak bisa berbuat apa-apa pada Sugeng, tetangganya, yang tak berdaya karena keadaannya memang sudah sedemikian terpaksa harus memilih Bardah.
Sedangkan Herdi, teman baiknya, tentu tidak melakukan hal itu, karena Arman tahu betul sifat dan karakter teman akrabnya itu yang ingin masyarakat dengan kesadaran sendiri memilih calon Kades yang pantas dan juga bersih.