Dukun Telinga

CERPEN KIKI SULISTYO

Orang-orang itu berdiri dengan takzim, pandangan mereka sesekali tertuju ke pintu depan yang terbuka seakan-akan mereka sedang menunggu sesuatu yang akan datang.

Ketika aku masuk, mereka sama sekali tak memerhatikanku. Kulihat Bapak berdiri di luar lingkaran, di ruangan kecil yang membatasi bangunan depan dan belakang. Kudekati dia dan bertanya apa yang terjadi.

Bapak cuma bilang, “Nenekmu..”

“Kenapa Nenek?” tanyaku lagi. Bapak diam. Aku mencari-cari Ibu dengan pandanganku. Tak kutemukan dia di antara orang-orang.

Aku segera ke belakang dan kutemukan Ibu duduk sendirian di dekat sumur. Wajahnya tampak murung. Aku bertanya padanya apa yang terjadi. Ibu cuma bilang, “Nenekmu.”

“Kenapa Nenek?” tanyaku lagi. Ibu merapikan duduknya, meraih tanganku dan memintaku duduk di pangkuannya. Lalu mulailah dia bercerita.

Ibu bilang, “Dulu di zaman Jepang, Nenekmu pernah ikut berperang. Dia tidak membawa senjata. Tugasnya cuma mengobati orang-orang yang terluka. Suatu kali ada pengeboman besar. Akibat bom itu banyak orang jadi tuli.

Nenek tidak bisa mengobati mereka. Dia merasa bersalah lalu memilih menikah dengan salah seorang dari mereka yang sudah tuli itu dengan harapan rasa bersalahnya bisa lenyap. Tapi kenyataannya rasa bersalah itu tetap saja mengganggunya.

Bahkan sampai nenekmu melahirkan anak, yakni ibumu ini. Nenekmu lalu berjalan ke sana kemari untuk menemukan seseorang yang bisa mengajarinya cara mengobati telinga yang tuli. Dia pergi ke tempat-tempat jauh sampai akhirnya bisa mendapatkan guru yang dicari-carinya.

Namun guru itu cuma mau menurunkan ilmunya kalau nenekmu bersumpah untuk memenuhi satu syarat.”

Lihat juga...