Setengah Kebenaran

CERPEN S. PRASETYO UTOMO

“Sudah waktunya kau mengantarku ke bandara,” Wisnu menyadarkan Dewi Laksmi. Ia mulai memikirkan perubahan tubuh istrinya, sebagai seorang penari, yang tak dapat memenuhi semua panggilan menari.

Apakah ia menyesali kandungannya, yang menyebabkannya tak dapat menari ke mana pun, sebagaimana dulu, ketika seorang diri?

Enggan, bermalas-malasan, Dewi Laksmi mengikuti langkah Wisnu yang bergegas ke garasi, mengendarai mobil ke bandara. Dewi Laksmi duduk membungkam di sisi Wisnu.

Ketika Wisnu akan turun di bandara, Dewi Laksmi sempat melontarkan pertanyaan yang menghujat, “Apa kau akan memintaku berhenti kerja dan menari, bila bayi kita lahir?”

Wisnu memandangi Dewi Laksmi. Tersenyum. Melambai. Melangkah tegap di antara para pramugari dan penumpang yang bergegas memasuki bandara, dengan menyeret tas-tas besar sarat muatan.

Hari masih gelap. Pagi belum rekah sempurna. Dewi Laksmi mesti pulang seorang diri. Menanti suaminya kembali dari penerbangan-penerbangan jauh ke negeri-negeri asing yang belum pernah dikunjunginya.
***
TENGAH malam tidur seorang diri, di rumah yang senyap, tanpa teman, membangkitkan keresahan Dewi Laksmi.

Terbangun pada sepertiga malam, ia tak lagi dapat memejamkan mata. Ia dibayang-bayangi wajah Bunda, ibu kandungnya, yang penuh dengan kemarahan pada Ayah.

“Semua keinginanmu sudah kupenuhi,” kata Bunda pada Ayah, dalam ingatan yang tak terhapus.

“Aku berhenti menari, berhenti kerja, demi membesarkan anak-anak. Kini mereka sudah besar, sudah tidak lagi memerlukanku, biarkan aku meninggalkan rumah. Menemukan kembali dunia menari dan kerja yang dulu kutinggalkan. Kau tak bisa lagi menghalangiku.”

Lihat juga...