Sakura Gugur

CERPEN LINA HERLINA

SETELAH puas menatap daun-bunga berguguran di Taman Inokashira, selalu dilanjutkan dengan berjalan sepanjang trotoar. Tentu saja tujuannya adalah stasiun Shibuya.

Bukan, bukan karena mau pergi jauh ke luar kota. Tapi sekadar duduk-duduk di kursi halaman stasiun. Pura-pura sambil membaca buku. Padahal mengumbar lamunan. Sepuasnya.

Mengumbar lamunan, sampai ke mana pun, tanpa dibatasi apa pun. Menyenangkan, menenangkan, menikmati, tanpa takut seperti di negeri sendiri. Tidak akan ada yang menyelidiki sedang apa dan kenapa.

Seperti itu setiap tahun saat berlibur ke Jepang. Taman Inokashira dan stasiun Shibuya yang menjadi tujuan utama. Tidak pergi ke tempai lain lagi atau mencari sesuatu yang khas Jepang lainnya. Karena di dalam hati ini hanya ada kedua tempat itu.

Pernah Miho dan Kawabata, suami-istri yang sudah dianggap saudara, memaksa mengunjungi kuil Meiji dan mereka menjadi guide gratis. Segala diceritakan sambil menunjuk tempat-tempatnya. Tapi pikiran dan perasaan saya mungkin tidak siap, jadi semua cerita dan tempat yang ditunjukkan itu lupa lagi dalam hitungan jam.

Ya, karena saya duduk-duduk di Taman Inokashira dan halaman stasiun Shibuya itu sekadar menunggu Nining pulang kerja. Nanti saja bila Nining kebetulan libur, baru saya mau jalan-jalan ke tempat lain.

Di Taman Inokashira saya selalu terpesona daun dan bunga sakura berguguran. Daun dan bunga yang putih sampai merah muda beterbangan dipermainkan angin. Seperti tidak pernah habis. Seperti di dalam foto. Saya dan Nining pernah berlari-lari di bawah sakura sambil saling lempar daun dan bunga yang berserakan. Tentu saja saling kejar itu sambil tertawa-tawa.

Lihat juga...