TMII Terus Lestarikan Keindahan Budaya Gorontalo

Editor: Satmoko Budi Santoso

Bentuk bangunan utama anjungan ini menampilkan rumah adat masyarakat Gorontalo yang disebut Malihe atau Mahligai, dikombinasikan dengan rumah adat Dulohupa.

Rumah adat Malihe adalah rumah rakyat, sedangkan rumah adat Dulohupa yaitu tempat permusyawaratan keluarga kerajan untuk penentuan hukum adat bagi yang melakukan pelanggaran.

Ciri khas rumah adat Dulohupa adalah memiliki tangga kembar, bernama Tolitihu yang terletak di pintu masuk sisi kiri dan kanan.

Menurutnya, penggabungan bentuk dua rumah adat yang ditampilkan di anjungan ini memiliki nilai artistik. Yakni, Potiwoluya atau rumah panggung bujur berbentuk bujur sangkar yang berdiri di atas tiang-tiang penyangga setinggi empat meter.

Atapnya atau watopo berbentuk persegi panjang, berbahan atap daun rumbia, dengan dinding rumah berbahan bambu yang dibelah dan dianyam.

Sedangkan bagian-bagian rumah mirip dengan tatanan estetika rumah melayu, memiliki jendela di setiap kamar, serambi, ruang tamu, dan dapur. Pada bagian atas pintu terdepan dihiasi dengan ukiran-ukiran khas yang bermakna religi dan seni budaya tradisi Gorontalo.

Dalam sejarahnya, masyarakat Gorontalo mengenal tiga alur sidang permusyawaratan bagi para pelanggar adat, maupun pengkhianat negara, yakni melalui sidang Buwatulo Bala atau alur sidang menggunakan hukum pertahanan dan keamanan negara, Buwatolu Syara atau alur sidang menggunakan hukum agama Islam atau syariat Islam, dan Buwatolu Adati atau alur sidang menggunakan hukum adat.

Rumah Adat Gorontalo di TMII, jelas dia, dipergunakan untuk ruang pameran dan peragaan aspek budaya. Seperti terlihat di halaman masuk rumah adat sudah ditampilkan diorama patung sepasang penari Saronde.

Lihat juga...