Konspirasi Kolonial Global Melengserkan Pak Harto
OLEH NOOR JOHAN NUH
Program kedua IMF ini seperti menyiram bensin di api yang tengah menyala. Jatuhnya rupiah seperti disengaja oleh IMF. Tepat satu minggu setelah penandatanganan LoI kedua, tanggal 22 Januari 1998, rupiah menembus Rp.17.000 per 1 dollar Amerika.
Tanggal 10 April 1998, kesepakatan ketiga ditandatangani, fokusnya tetap pada reformasi ekonomi mikro, tidak focus pada “krisis nilai tukar mata uang” yang sebetulnya adalah sumber masalah pada waktu itu. Pada 4 Mei 1998, atas tekanan IMF, pemerintah menaikkan harga BBM sampai 70%. Tarif listrik secara gradual juga dinaikkan. Rakyat semakin tertekan, daya beli yang lemah makin terpuruk, dalam beberapa bulan mereka bertambah miskin hingga ratusan persen akibat kenaikan berbagai kebutuhan pokok sementara pendapatan menurun drastis.
Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk dan semakin tidak jelas titik terang arah pemulihannya, merupakan indicator kegagalan IMF di Indonesia. Kegagalan IMF sebenarnya bukan saja karena memberikan diagnosa dan resep yang salah dalam menangani “krisis nilai tukar mata uang” di Indonesia serta kesalahan membaca peta sosial politik Indonesia, tapi seakan menunjukkan IMF tidak mempunyai kapabilitas intelektual yang memadai untuk memahami kondisi Indonesia waktu itu. Atau IMF seperti sengaja menghancurkan perekonomian Indonesia.
Kebijakan penutupan 16 bank, menaikkan harga BBM dan mencabut berbagai subsidi di sector yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, berakibat terjadinya instabilitas sosial dan politik. Situasi ini menakutkan bagi investor mana pun hingga tidak ada investasi yang masuk, dan yang paling menakutkan adalah terjadi instabilitas sosial dan politik di masyarakat.