Konspirasi Kolonial Global Melengserkan Pak Harto
OLEH NOOR JOHAN NUH
Kedua, pola penanganan krisis yang dipakai IMF di Indonesia dan beberapa negara terbukti gagal memulihkan perekonomian negara-negara itu.
Ketiga, apa yang diberikan IMF, bantuan berupa utang, menjadi jebakan agar Indonesia tetap tergantung pada institusi ini untuk waktu yang lama. Dengan instrumen utang, IMF dapat mengendalikan ekonomi bahkan politik Indonesia.
Keempat, janji bail out IMF sebesar US$ 42,3 miliar ternyata cuma janji kosong. Realisasinya, hingga Mei 1998 (Pak Harto berhenti) tak lebih dari US$ 5 miliar yang dikucurkan oleh IMF.
Kelima, IMF menjadi agen globalisasi yakni mengharuskan liberalisasi perdagangan, privatisasi atau penjualan aset-aset negara yang penting dan vital kepada swasta dan asing. Betapa banyak perusahaan nasional yang kini dikuasai asing (Indosat, Telkomsel, XL), termasuk 300 ribu hektar kebun sawit di Sumatra milik pengusaha Indonesia yang kini dimiliki pengusaha Malaysia.
Tanggal 15 Januari 1998, Pak Harto menandatangani LoI yang kedua di kediaman jalan Cendana, tanpa didampingi tim ekonomi kepresidenan atau pun menteri terkait. Dalam LoI tersebut terkandung 50 butir pernyataan yang harus dijalankan oleh Pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan fiskal, perbankan, dan yang terpenting adalah kebijaksanaan sektor riil melalui penyesuaian secara struktural, termasuk menjadikan Bulog dari badan penyangga stabilitas harga kebutuhan bahan pokok, berubah menjadi badan yang tunduk pada UU BUMN (profit oriented).
Di banyak media massa terpampang foto Direktur IMF Michel Camdesus sedang melipat tangan dan menatap dengan muka angkuh dan sinis pada Pak Harto yang tengah menandatangani LoI. Namun, LoI ini pun gagal menyelesaikan masalah utama ketika itu yakni “jatuhnya nilai tukar rupiah”.