Tanpa diduga, ternyata celah Timor menyimpan minyak dan gas bumi dalam jumlah yang fantastis. Australia pun ingin menguasai kandungan minyak di celah Timor dengan pembagian yang lebih besar. Setelah perjanjian celah Timor dengan Indonesia berakhir, Australia menggunakan isu hak asasi manusia, menyerukan perlunya penentuan nasib sendiri untuk rakyat Timor Timur. Di jalur diplomatik, Australia juga membujuk PBB untuk mengeluarkan sebuah resolusi Dewan Keamanan agar mengizinkan pasukan multinasional di bawah pimpinannya masuk ke Timor Timur dengan alasan kemanusiaan, menghentikan kekerasan, dan mengembalikan perdamaian. Begitulah tragedi lepasnya Timor Timur karena serangan proxy war.
TNI Membuat Badan Cyber dalam Menangkal Proxy War
Dalam rangka menangkal bahaya Proxy War, TNI membangun Badan Cyber Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang melekat pada instansi itu, berdasarkan Keppres (keputusan presiden). Badan Cyber TNI ini melekat struktural pada Markas Besar TNI. Badan cyber TNI tadinya ada di Badan Intelijen strategis dan di Angkatan Darat. Namun, dengan Keppres, bisa ada di Mabes TNI. Badan Cyber TNI ini berfungsi mengamankan peluru kendali atau misil dengan target jarak 200 mil dengan menggunakan satelit. Karena, kalau tidak diamankan, maka akan dapat dikendalikan pihak lain yang membelokkan peluru itu untuk menyerang Indonesia. Pusat pengendaliannya di Mabes TNI dengan persiapan yang matang dan orang-orang terlatih.
Dalam menangkal proxy war ini, Komando Kewilayahan dan Aparat Intelijen dari Panglima TNI sangat mewaspadai “cyber narcoterrorism“, yaitu kelompok teroris yang menggunakan dunia maya sebagai wahana mengedarkan narkotika untuk membiayai kegiatannya. Setiap prajurit TNI harus mampu membentengi diri dan menangkalnya, karena narkotika adalah ancaman yang serius serta sangat berbahaya bagi Indonesia. Dalam kompetisi global yang sangat ketat sekarang ini, penghancuran sebuah bangsa tidak melulu melalui perang konvensonal oleh negara musuh, tetapi juga melalui cara-cara perang baru yang sering kali keberadaannya sukar dikenali secara nyata, namun memiliki efek penghancuran yang sama bahkan bisa jadi lebih dahsyat dari metode perang konvensional.