Nigel terkagum-kagum pada hutan Sangkimah. Dengan teliti dia mengamati pohon-pohon yang ada. Dia pegang tanaman rotan yang merambat dengan duri-duri yang tajam. “Hutan Anda ini paru-paru dunia. Kamu harus menjaga,” katanya spontan.
Lain waktu kami menikmati laut ke Pulau Beras Basah, tak jauh dari daratan kota kami. Kami naik speed boat. Sepanjang jalan tak henti Nigel memuji laut Indonesia yang demikian biru. Nigel berdecak kagum.
“Indonesia itu bagus dalam setiap sudut. Ini pulau kecil begini bagus. Pasir putih, angin sepoi-sepoi, bintang laut dan menikmati ikan bakar,” katanya sambil tertawa lebar. Kedua tangannya dibentangkan seolah menyambut angin laut yang kencang.
Beberapa bulan aku bergaul dengan bule totok ini dan berbicara aneka hal. Ciri khas orang Barat adalah kritis pada sesuatu hal dan kalau berbicara berdasarkan fakta. Dia juga suka mencatat. Dia selalu membawa buku kecil catatan. Bersifat terbuka dan mau diajak diskusi. Pandanganku tentang orang Belanda sedikit berubah. Ternyata tak semua orang Belanda bersifat penjajah dan minor. Nigel rajin bekerja dan terbuka. Setelah beberapa bulan Nigel selesai tugas dan pulang ke negerinya.
Sekian tahun berlalu dan aku asyik bekerja mengoperasikan pabrik melamin. Lama tak tahu kabarnya. Hingga suatu saat aku harus berkunjung ke Belanda untuk sebuah keperluan kerja. Pada sebuah kesempatan, aku bertemu dengan Nigel lagi dan diajak ke rumahnya, di pinggiran kota Geleen.
Rumahnya dari kayu. Ada halaman dan taman bunga. Cukup asri. Aku kaget waktu masuk rumah, ada seorang wanita Indonesia. Dan itu Tin! Surprise! Benar-benar tak menyangka. Nigel menjelaskan bahwa Tin sudah menjadi istrinya. Dia menikah dengan Tin di kampung halamannya, di Jepara, satu daerah dengan Kartini. Aku ditunjukkan foto pernikahannya yang sederhana. Nigel memakai peci dan Tin berkerudung. Mereka tampak bahagia. Ternyata selera terhadap Indonesia bukan hanya makanan, Tin pun dijadikan istri. Menurut Nigel, Tin orang hebat. Sendirian merantau ke Kalimantan dan mencari penghidupan yang tidak jelas. Tetapi dia tetap bertahan. Dia tetap bekerja meski ada hal-hal yang tidak disukainya. Dia sabar menjalani kehidupan meski penuh perjuangan. Hingga akhirnya bertemu Nigel. Nigel sempat mengunjungi museum Kartini di Jepara dan mengenang kehidupan Kartini.