“Saya kagum pada Kartini. Gadis semuda dia sudah bisa menulis demikian indah dengan bahasa yang bukan bahasa ibunya. Kartini terkenal di Belanda karena banyak sahabatnya orang Belanda. Bukunya pun terbit pertama kali tahun 1911 di Belanda dengan judul Door Duisternis tot Licht. Ada empat nama Jalan Kartini di Belanda. Jalan R.A Kartinistraat di Utrecht, Jalan Kartini di Haarlem yang berdekatan dengan Jalan Sutan Sjahrir dan Muhammad Hatta, Jalan R.A Kartinistraat di Venlo, dan Jalan R.A Kartinistraat di Amsterdam,” kata Nigel.
“Saya juga respek pada Hatta. Dia menghabiskan sebelas tahun untuk menuntut ilmu dan berorganisasi di Belanda. Saya hormat pada orang Indonesia yang mau maju dan berkembang. Di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem, ada Muhammed Hattastrat, Jalan Muhammad Hatta. Itulah kenangan Belanda pada Hatta.“
Nigel datang dengan status bujang. Usianya sekitar 30-an tahun. Pada saat di penginapan, ada seorang perempuan bernama Tin, yang menjadi pembantu rumah tangganya. Gosip beredar bahwa Tin adalah orang yang “bisa dipakai” untuk kebutuhan lain, misalnya bagi tamu-tamu. Dari gosip pula Tin sering juga “dipakai” Nigel. Aku agak heran juga Nigel yang wawasannya luas mau dengan Tin yang wajahnya biasa saja. Atau memang selera itu berbeda antarnegara. Bagi orang Indonesia tidak cantik tetapi bagi orang bule, eksotik atau klasik. Bagi kita standar moral juga berbeda dengan orang bule.
Sekali waktu kuajak Nigel masuk ke hutan Sangkimah dan berjalan di atas jalan yang terbuat dari kayu ulin sepanjang 800 meter menuju pohon ulin raksasa. Jalannya berkelok dan licin. Kami melewati jembatan gantung di atas sungai sepanjang sekitar 20-an meter. Tak seberapa lama sampailah di pohon ulin yang diperkirakan berusia lebih dari 1000 tahun. Pohon ulin ini memiliki tinggi bebas cabang 45 m, keliling batang lebih dari 700 cm. Pohon ini tercatat sebagai pohon tertinggi dan terbesar di Indonesia.