DPRP Kecewa Kontrak Karya Freeport Tidak libatkan Masyarakat Papua

Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Papua
CENDANANEWS (Jayapura) – Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) meminta agar pemerintah pusat tidak melakukan sistem lama saat pembahasan kotak karya antara Freeport dengan Pemerintah Indonesia. Setiap pembahasan harus melibatkan pemerintah Provinsi Papua, Pemda Kabupaten Mimika dan pemilik hak ulayat.
Anggota DPRP dapil Mimika, Wilheminus Pigai menyesalkan tindakan yang dilakukan pemerintah pusat. Ia meminta jangan gunakan sistim yang lama, Dimana pemerintah pusat dan Freeport tidak melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat di lokasi tembagapura saat membuat kontrak karya.
Selain menyesali langkah yang dilakukan Freeport dan pemerintah pusat, menurut Wilheminus, perpanjangan kontrak karya ini juga berikan dampak negatif bagi Pemerintah Indonesia.
“Hukum kontraknya masih berjalan kan… terus kemudian pemerintah mempercepat ini dengan memutuskan kontrak yang lama, dan membuat perpanjangan kontrak,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Timika ini juga menambahkan jangan ada praktek-praktek lama di era era reformasi “Apalagi Papua memiliki Undang Undang Otsus sendiri. Nah, mestinya pemerintah melibatkan masyarakat Papua sebagai pemilik hak ulayat, juga libatkan pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah kabupaten Mimika,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas (Kadin) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) provinsi Papua, Bangun Manurung, menduga ada pihak-pihak di Jakarta yang ingin melakukan perpanjangan kontrak karya Freeport tanpa melibatkan pemerintah provinsi Papua. Karena itu, menurutnya, gubernur Papua menolak pembicaraan kontrak karya ini tanpa melibatkan pihak pemerintah daerah dan rakyat Papua.
“Gubernur bersikeras tidak boleh ada pembicaraan perpanjangan kontrak karya Freeport tanpa melibatkan pemerintah Papua, karena ada orang-orang tertentu di Jakarta yang memanfaatkan situasi ini. Tidak tau apa motif dibalik itu,” kata Manurung di Kota Jayapura, Rabu (06/05/2015).
Seharusnya renegosiasi kontrak karya Freeport, dijelaskan Manurung, dilakukan pada tahun 2019 yakni dua tahun sebelum kontrak berakhir 2021 dan akan tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) yang akan ditandatangani sebelum masa kontrak karya berakhir.
“Ini bertentangan dengan Undang-Undang Minerba No 4 tahun 2009. Seharusnya kontrak karya Freeport itu akan berakhir pada 2021. Namun, renegosiasi perpanjangan kontrak tambang di Papua itu sudah dilakukan Pemerintah Indonesia sampai 2041 tanpa melibatkan pemerintah provinsi Papua,” imbuhnya.
————————————————-
Kamis, 7 Mei 2015
Jurnalis : Indrayadi T Hatta
Foto : Indrayadi T Hatta
Editor : ME. Bijo Dirajo
————————————————-
Lihat juga...