Jalan tengah menjadi keniscayaan. Sawit harus ditempatkan sebagai alat pembangunan yang dikendalikan. Melalui peningkatan produktivitas lahan eksisting, pembatasan ketat ekspansi ke hutan primer, perlindungan gambut, dan penguatan posisi petani serta pemilik tanah adat.
Pada kasus Papua, pendekatan ini harus lebih selektif dan berbasis data ekologis. Menempatkan kawasan bernilai konservasi tinggi sebagai wilayah yang tidak dapat ditawar.
Pada tingkat global, Indonesia perlu terus mendorong keadilan perdagangan. Jika standar lingkungan diterapkan, standar tersebut harus konsisten untuk seluruh minyak nabati dunia. Keberlanjutan tidak boleh berubah menjadi instrumen baru ketimpangan ekonomi global yang membebani negara berkembang.
Sawit adalah refleksi dari tantangan pembangunan Indonesia itu sendiri. Ia adalah penyangga ekonomi, objek persaingan global, sekaligus sektor yang harus terus dibenahi.
Kepemimpinan nasional diuji bukan pada kemampuan memilih antara ekonomi dan lingkungan. Tetapi pada kecakapan menyatukan keduanya dalam kebijakan yang adil, rasional, dan berpihak pada masa depan bangsa.
Jakarta, ARS (rohmanfth@gmail.com).
- Disclaimer: Tulisan ini tidak ditulis oleh ahli persawitan. Penulis merupakan pencermat isu-isu kontemporer dan penelusur data, salah satunya melalui penggunaan perangkat digital, yang kemudian menjahitnya menjadi sebuah tulisan.