Efektivitas Hukum Lingkungan dalam Pengendalian Bencana Ekologi

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 03/12/2025

 

 

Indonesia merupakan salah satu negara paling kaya sumber daya alam. Namun juga paling rentan bencana ekologis.

Kebakaran hutan – gambut terus berulang. Banjir bandang di kawasan deforestasi. Longsor menghancurkan permukiman daerah perbukitan. Pencemaran sungai oleh aktivitas industri. Semua menunjukkan kerangka hukum lingkungan belum mampu membendung laju kerusakan.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberi payung hukum cukup lengkap. Namun keberadaannya belum signifikan mencegah bencana.

Kerusakan lingkungan meningkat dari tahun ke tahun. Terakhir mendapat konfirmasi tragis melalui bencana banjir dan longsor di pulau Sumatra. Akhir November – Desember 2025. Data terbaru BNPB: korban meninggal 604 jiwa, 464 orang hilang, 2.600 orang luka-luka. Menyasar 1,5 juta penduduk. Sebanyak 570 ribu orang mengungsi. Infrastruktur rusak parah: sekitar 3.500 rumah rusak berat. Ribuan rumah rusak sedang atau ringan. Ratusan jembatan putus dan fasilitas pendidikan terancam.

Data ini menunjukkan meskipun ada regulasi, ketika bencana datang—kombinasi hujan ekstrem-longsor—kerusakan dan korban sangat besar. Para peneliti hidrologi menunjukkan faktor utama bukan anomali cuaca. Tetapi degradasi hulu DAS akibat deforestasi masif dan alih fungsi lahan.

Masalah mendasarnya pada kesenjangan antara hukum tertulis dan praktik penegakannya. Teori efektivitas hukum, seperti dikembangkan Tom R. Tyler, menjelaskan:  hukum efektif bila dipandang memiliki legitimasi, keadilan, dan konsistensi. Ketika hukum dianggap tegas pada masyarakat kecil namun lemah terhadap korporasi dan elite maka kepatuhan publik menurun.

Lihat juga...