Bagaimana Indonesia menjadi pusat logistik dan perdagangan Indo-pasifik. Aliansi Indonesia dengan Afrika-Asia Selatan dan Timur Tengah. Bagaimana Indonesia menjadi produsen teknologi tinggi. Dan isu-isu strategis lainnya.
Harusnya seluruh energi bangsa terfokus pada tema-tema itu. Tema percepatan Indonesia dalam meraih kemajuan. Sebagai bangsa adil, makmur dan modern.
Faktanya saat ini Indonesia sedang gagal fokus. Dikursus publik kurang memberi porsi ada agenda-agenda strategis. Justru tema non strategis mencuat sebagai narasi mainstream.
Maraknya hoaks dan fitnah politik. Seperti kasus “ijazah palsu presiden”. “Impeach Wapres tanpa justifikasi kesalahan hukum yang diputus pengadilan”. Narasi itu menyeret publik pada kebencian. Bukan pada pembuktian. Trial by opinion (pengadilan opini) lebih mengedepan daripada diskursus hukum.
Narasi glorifikasi, politisasi dan bahkan manipulasi nasab Rasulullah Muhammad Sw. Seperti: “saya cucu nabi, sayalah yang berhak memimpin”. Narasi itu bukan saja memecah belah ummat. Akan tetapi juga pembodohan publik. Anti nalar logis berkedok agama. Pemaksanan narasi tanpa kesediaan pembuktian ilmiah. Seperti tes DNA dalam pembuktian nasab.
Sensasi dan Gimmick Sosial. Seperti perceraian dan skandal artis. Joged viral. Eskpose makanan ekstrim. Nalar publik tidak diedukasi mengeksplorasi daya kreasi mengejar kemajuan. Melainkan lebih memperturutkan hedonism, sensanionalisme dan glamourisme.
Drama politik dangkal. Seperti penguasaan dinasti atas partai dengan segala justifikasinya. Problem internal partai dikesankan sebagai campur tangan eksternal (kebiasaan kambing hitam). Politik menjadi bersifat personal. Bukan kebijakan.