Indonesia: Dekonstruktif Vs Rekonstruktif

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

Dekonstruktif. Ialah pendekatan filosofis. Secara sederhana diartikan: upaya membongkar struktur dan makna dalam suatu teks, wacana, ataupun konsep. Tokoh pengusung teori ini salah satu yang terkenal adalah filsuf Prancis, J Derida.

Inti dekonstruksi adalah mengungkap kontradiksi dan ambiguitas. Menolak kepastian makna. Mempertanyakan dan membongkar hirarki. Seperti pembatasan oposisi pada konsep laki-laki vs perempuan, alam vs budaya, subyek vs obyek.

Dekonstruksi dipergunakan dalam berbagai bidang. Sastra, filsafat, hukum, arsitektur. Tujuanya sebenarnya bukan peniadaan makna. Melainkan mengungkap kompleksitas dan ketidakstabilan makna.

Pada sisi lain muncul antitesa dekonstruksi. Berupa konsep “rekonstruksi”. Ialah proses yang kompleks melibatkan berbagai aspek teoritis dan metodologis. Proses membangun kembali atau menyusun ulang sesuatu yang telah rusak, hilang, atau berubah. Diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu. Arkeologi, sejarah, psikologi, hukum, sastra dan seni.

Kedua pendekatan itu bisa dipergunakan alat potret, pisau analisa dan bahkan memperlakukan pembangunan atau eksistensi sebuah bangsa. Secara sederhana, pendekatan dekonstruksi bisa dimaknai sebagai pembongkaran wacana, eksistensi ataupun konsep pembangunan sebuah bangsa. Sedangkan rekonstruksi bisa dimaknai sebagai upaya pembangunan kembali. Memperbaiki kondisi bangsa dari krisis, konflik, atau perubahan besar. Menuju masa depan yang lebih ideal sesuai jati diri dan potensi melekatnya.

Bangsa Indonesia juga tidak bisa dihindarkan dari kehadiran dua pendekatan itu. Alam berfikir masyarakat dipengaruhi pendekatan keduanya dalam memperlakukan bangsanya.

Lihat juga...