Isu Sparatisasi Sudah Tidak Efektif?

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 29/06/2025

 

 

Aceh mengungkapkan nada kemarahan ketika pulaunya diberikan ke Sumatera Utara oleh Mendagri. Gubernur Aceh membuat surat terbuka yang nadanya mengingatkan relasi Aceh-Jakarta berlumuran darah. Pulau itu bisa memercik api pertengkaran kembali. Sebelum akhirnya dilerai Presiden Prabowo.

Jauh diujung timur, isu sparatisasi itu masih sering mencuat: Papua Merdeka. KKB masih sering beraksi. Personil keamanan Indonesia terus berjatuhan menjadi korban. Satu dua.

Pertanyaan krusial kita bersama adalah: “masihkan narasi sparatisasi mampu menjadi alat tekan atau alat bargaining efektif terhadap pemerintah pusat”.  “Mampukah narasi sparatisasi menakut-nakuti Indonesia di panggung internasional?”. Sehingga harus tunduk pada para penutut sparatisasi itu?

Untuk menjawabnya kita gunakan pendekatan komprehensif-multi perspektif. Termasuk menjadikan Timor Leste sebagai bench mark.

Timor Leste merupakan tipikal sempurna penanaman DNA kolonial. Suku bangsa satu pulau bisa dipisah oleh romantisisme hegemonik negara penjajahnya. Indonesia yang datang untuk menyatukan kembali (sesama bangsa nusantara) dianggapnya sebagai penjajah. Melupakan penjajah sesungguhnya: Eropa-Portugal.

“Timor Leste negara kaya minyak. Merdeka dari Indonesia akan mengantarkan seperti Dubai dan Singapura. Negara kecil tapi kaya. Rakyatnya akan jauh lebih makmur”.  Begitu narasi angin surga yang dijanjikan para pemuja kemerdekaan Timor Leste.

Kini sudah 23 tahun Merdeka. Timor Leste justru terjebak dalam kemiskinan parah. Impor pangan. Fasilitas pendidikan seadanya. Kesehatan minim fasilitas dan tenaga medis. Ketenagakerjaan menjadi masalah besar.