Dampaknya: inkonsistensi pembangunan antar rezim pemerintahan. Tidak ada kesinambungan visi pembangunan lintas rezim. Muncul proyek-proyek populis jangka pendek tanpa evaluasi kebijakan jangka panjang.
“Otonomi Daerah”: fokus seharusnya pemberdayaan daerah. Pemerataan pembangunan. Namun respon utamanya pemekaran daerah. Menghasilkan daerah-daerah baru tanpa daya saing. Operasional pemerintah membengkak.
Itulah contoh-contoh gagal fokus kebangsaan pada masa reformasi.
Kini banyak lembaga internasional memproyeksikan Indonesia sebagai kekuatan ke-4 ekonomi dunia. Tahun 2045 nanti. Pwc (PricewaterhouseCoopers) dan IMF mengemukakan hal itu. Proyeksi itu didukung bonus demografi yang akan dipanen pada momentum yang sama.
Berdasar gambaran potensi itu, bangsa Indonesia seharusnya menyatukan seluruh fokus strategis. Seluruh pemikiran dan energi bangsa dialokasikan untuk pencapaian kemajuan itu. Agar peluang bonus demografi tidak lepas.
Fokus pada peningkatan kualitas pendidikan dan riset. Bagaimana anak-anak Indonesia menjadi SDM unggul pada kancah global. Fokus Hilirisasi & Industri Nasonal. Bagaimana Indonesia segera mentransformasikan sumberdaya mentah yang dimilikinya menjadi bernilai ekonomi tinggi.
Fokus pencapaian kedaulatan energi dan pangan. Memastikan rakyat Indonesia menjadi pemilik masa depan energi bersih dan pangan halal. Fokus kedaulatan tekonologi medik. Agar bangsa Indonesia tidak tergantung pada luar negeri dalam pengadaan vaksin, alat medis, dll.
Fokus inovasi, startup dan digitalisasi UMKM. Agar pelaku ekonomi lokal mampu bersaing dalam kancah global dan tidak terjajah e-commrce asing. Fokus peningkatan kapabilitas Indonesia dalam Dunia Islam dan Global South.