Penguatan DPD RI dan Re-Eksistensi GBHN

OLEH: YASSIR ARAFAT

Problematikanya adalah bagaimana caranya mengimplementasikan ke dalam sistem pemerintahan presidensil. Apa implikasinya jika Presiden bertentangan dengan atau tidak melaksanakan GBHN. Konsekuensi hukum apakah yang akan diterima Presiden. Apakah nantinya Presiden dapat diinterupsi atau diberhentikan dari jabatannya. Apakah laporan pertanggungjawabannya ditolak?. Sementara Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Demikian juga MPR yang dipilih langsung oleh rakyat. Apakah tidak akan menimbulkan problematika hukum baru dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Pada hakikatnya, secara substansial RPJPN memiliki fungsi yang sama dengan GBHN. Bahkan memiliki nilai lebih, yaitu adanya kesempatan bagi daerah untuk menggali potensi dan keunggulan daerahnya masing-masing. Tujuannya agar tercipta sinergitas dengan “rencana induknya” (RPJPN). Sehingga re-eksistensi GBHN menjadi tidak relevan.

Problematika pembangunan nasional saat ini sebenarnya terletak pada inkonsistensi dan tidak adanya sinergitas antara RPJPN dengan program pembangunan turunannya. Oleh karena itu,  lebih bijak jika melakukan sinkronisasi dan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangannya. Sehingga dapat melahirkan produk hukum yang lebih komprehensif, partisipatif dan sustainable. Di samping itu, relasi antara pusat dengan daerah menjadi harmonis, juga akan terjalin relasi antardaerah yang saling menguntungkan (relasi mutualisme). ***

Yassir Arafat, SH, MH, Staf Pengajar di Ponpes Al-Badri dan Ponpes Nurul Qarnain Jember.

Lihat juga...