Pentingnya Penegakan dan Edukasi PCBs di Indonesia

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Perlunya edukasi terkait Polychlorinated Biphenyls atau lebih umum disebut dalam singkatannya, PCBs adalah karena termasuk jenis bahan pencemar organik yang persisten, bersifat racun, yang masuk dan mencemari lingkungan, serta terakumulasi di dalam rantai makanan. Pengetahuan terkait PCBs penting karena sebaran alat yang mengandung PCBs tersebar di seluruh Indonesia. Apalagi Indonesia pun sudah mengikuti Konvensi Stockholm.

Ahli Utama Pengendali Dampak Lingkungan, KLHK, Ir. Yun Insiani, MSc, menyatakan, kebijakan pengelolaan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) di Indonesia mengacu pada konvensi Stockholm.

“Yang disampaikan adalah akhir waktu penggunaan PCBs adalah pada tahun 2025 dan batas waktu penghancuran PCBs pada akhir 2028, dengan mekanismenya adalah pelarangan produksi dan peredaran, pembatasan penggunaan dan penghapusan. Karena PCBs adalah bahan pencemar organik pada lingkungan dan berpotensi masuk ke tubuh manusia,” kata Yun dalam diskusi online PCBs, Rabu (28/7/2021).

Bahaya dari senyawa ini, biasanya terjadi akibat proses antropogenik yang tidak menerapkan prosedur yang benar.

“Akibatnya terjadi kontaminasi dan atau peningkatan nilai PCBs. Misalnya, saat perawatan rutin transformator, PCBs dari satu unit trafo berpindah ke trafo lainnya melalui alat perawatan,” ucapnya.

Ia menyebutkan, paling tidak ada 8 regulasi turunan dan terkait Konvensi Stockholm, terutama UU 19/2009, NIP 2008 yang di-review pada tahun 2014 dan Permen LHK 29/2020.

“Selain aturan tentang produk yang mengandung PCBs, juga diatur tentang edukasi pada masyarakat terkait bahaya dari PCBs dan juga pembiayaan serta pengolahan item yang terkontaminasi,” ucapnya lagi.

Lihat juga...